Daging Ayam Pakai Hormon. Fakta atau Mitos?
28 Agustus, 2007 at 23:49 11 komentar
Saya sudah memulai kampanye Makan Ayam pada artikel sebelumnya yaitu”Ayo Makan Ayam, Daging Yang Lebih Ramah Lingkungan.” Tetapi banyak sekali pembicaraan dengan banyak teman yang kurang mengerti fakta mengenai ayam.
Daging ayam adalah sumber protein daging yang sangat baik dan paling murah bila dibandingkan dengan sumber protein daging lainnya seperti daging sapi dan daging ikan. Akan tetapi konsumsi ayam di Indonesia masih sangat rendah, yaitu 2.3 kg per kapita, dibandingkan dengan rata-rata konsumsi ayam di Asia sebesar 10 kg per kapita. Beberapa masalah yang mungkin adalah:
- Walaupun ayam adalah sumber protein yang paling murah, masih banyak rakyat Indonesia yang tidak mampu membelinya
- Kekhawatiran akan flu burung sehingga banyak orang yang menghindari konsumsi daging ayam. Hal ini wajar saja walaupun sebenarnya agak berlebihan karena kalaupun ayam tersebut terjangkit virus maka Virus flu burung akan mati apabila daging ayam dimasak pada pemanasan 80 derajat Celsius dalam satu menit. Kemudian pada telur, virus AI akan mati pada pemanasan 64 derajat Celsius selama 4,5 menit. Jadi hal ini sama sekali tidak menjadi resiko dan tidak mengkhawatirkan.
- Pengetahuan masyarakat yang minim mengenai isu pemakaian hormon pada ayam.
Genetika ayam berkembang sangat pesat dan mengalami perubahan besar pada sekitar tahun 2000an dan terlihat secara sangat signifikan pada tahun 2004. Kita bisa lihat bersama pada tabel di bawah ini:
Periode |
Berat Badan (kg) |
Konversi Pakan |
< 1980 |
1,0 – 1,2 |
1,9 – 2,0 |
1980 – 1990 |
1,2 – 1,4 |
1,8 – 1,9 |
1990 – 2000 |
1,4 – 1,6 |
1,7 – 1,8 |
> 2000 |
1,7 – 1,8 |
1,6 – 1,7 |
Terlihat sangat jelas pada tabel bahwa untuk setiap periode 10 tahun, genetika ayam berkembang pesat sehingga dengan pakan yang lebih sedikit, secara alami/natural dari genetika ayam bisa menghasilkan berat badan yang lebih tinggi dan sekarang sudah hampir 2 kali lipat dari tahun 1980. Dengan hal ini maka dengan sendirinya ayam broiler jadi terlihat besar. Genetika ayam broiler itu juga sebenarnya berasal dari ayam yang sekarang kita sebut sebagai ayam kampung. Ayam kampung yang berkondisi baik lalu dipilih dan dibiakkan supaya bisa mendapatkan bibit unggul. Sama seperti kalau kita menginginkan bibit anjing yang bagus dan pintar sesuai dengan sertifikatnya, ayam pun begitu. Jadi bibit unggul tersebut dikembangbiakkan dan terus dicari bibit unggul yang lebih baik sehingga secara genetika standard ayam tersebut semakin tinggi.
Ayam secara alami tidak dapat bertumbuh melebihi kemampuan genetikanya sehingga ayam tersebut pun tidak bisa berkembang melebihi berat standardnya walaupun diberikan hormon. Hormon sendiri merupakan obat yang sangat mahal dimana kalau diberikan ke ribuan ayam yang diproduksi secara industri akan sangat merugikan petani atau perusahaan tersebut sehingga penggunaannya pun tidak mungkin diaplikasikan. Ayam diberikan vitamin sebagai penambah ketahanan tubuh dan suntikan anti penyakit untuk melawan bakteri dan virus yang mungkin masuk ke dalam kandang.
Orang suka bilang anaknya jadi gemuk karena makan ayam yang pakai hormon. Itu semua tidak benar dan fakta ini dapat ditanyakan pada pedagang dan peternak ayam manapun. Bila anda bertanya pada orang dengan pengetahuan yang salah, akhirnya berakibat menjadi isu yang tidak benar.
Jadi kesimpulannya:
- Ayam Tidak memakai Hormon
- Virus Flu burung dapat dikalahkan dengan cara memasak yang benar
- Ayam itu sumber protein yang sehat dan konsumsinya perlu terus ditingkatkan
Entry filed under: Fakta Lingkungan.
11 Komentar Add your own
Tinggalkan Balasan
Trackback this post | Subscribe to the comments via RSS Feed
1. iin | 31 Juli, 2008 pukul 08:46
Wah..jadi lega nih, soalnya keluarga aku hampir tiap hari makan ayam, meski kadang2 deg2an ayam yang dibeli di tukang sayur disuntik hormon gak, ya ?
Dengan penjelasan ini jadi semakin semangat makan ayam. Kalo di restoran fast food suka ada rumor ayamnya disuntik hormon, apakah itu juga mitos, Pak ? Mohon penjelasan.
2. Aku Ingin Hijau | 3 Agustus, 2008 pukul 05:50
dear iin, itu juga mitos. ayam di fastfood juga ayam broiler. yang beda hanya beratnya saja. jadi jangan takut makan ayam lagi deh.
3. pur | 6 September, 2008 pukul 21:10
saya senang dengan kampanye seperti ini, karena dapt membantu menydarkan bnyak orang. karena saya peternak ayam broiler
4. Bio-Bio | 11 Januari, 2009 pukul 12:23
Tapi kok di JawaPos ada artikel yang mengatakan bahwa mengkonsumsi ayam broiler dapat menyebabkan seorang pria menjadi gay?
http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=45753
5. Aku Ingin Hijau | 11 Januari, 2009 pukul 22:22
Saya yakin hal itu tidak benar dan perlu di teliti lebih lanjut karena begitu banyak orang yang makan ayam broiler. Kebutuhan pangan dunia pun tidak akan bisa terpenuhi tanpa ayam broiler. Apakah hal ini menyebabkan kebanyakan pria di dunia adalah gay? tentu saja tidak. Jelas hal ini hanya bicara tanpa fakta.
6. Denny Lukman | 15 Januari, 2009 pukul 07:57
Saya pribadi merasa “heran” juga dengan pernyataan seorang dokter (kepala rumah sakit) menyatakan hal tersebut tanpa alasan ilmiah dan fakta. Penggunaan hormon pada unggas merupakan isu 30 tahun lalu. Dengan perkembangan teknologi, ayam dapat mencapai bobot yang diinginkan dalam waktu relatif singkat, seperti penjelasan di atas. Preparat hormon tidak lagi digunakan pada unggas, selain itu biayanya juga akan meningkat atau tidak efektif dalam biaya. Di dalam berita Jawa Post juga tertulis bahwa hormon yang digunakan adalah hormon Insulin X. Ini membuat saya heran kembali, karena hormon itu bukan hormon kelamin dan kalaupun ada dalam daging, akan rusak dengan pemanasan dan enzim-e nzim yang ada dalam tubuh manusia (karena merupakan hormon protein). Semoga masyarakat semakin paham dengan apa yang mereka makan. terima kasih
7. Bio-Bio | 16 Januari, 2009 pukul 00:11
Itulah juga yang saya herankan. Kok bisa koran sekelas Jawa Pos memuat artikel yang masih simpang siur kebenarannya seperti itu. Tapi kalau pakar sudah angkat bicara, saya hanya bisa angkat tangan. Karena saya bukan pakar pangan maupun peternakan. Spesialisasi saya hanya di bidang perlindungan konsumen dan cybercrime (Meskipun dulu sempat belajar bioteknologi, jadi saya bisa tahu sedikit mengenai genetika). Yang saya tahu, undang-undang telah melindungi kepentingan konsumen. Maka demi kepentingan konsumen, produsen, dalam hal ini peternak dilarang untuk menternakkan hewan yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. Namun perlu diketahui bahwa penegakkan hukum di Indonesia sangat lemah. Maka ada baiknya konsumen amat sangat sangat berhati-hati dalam memilih pangan. Sebisa mungkin hindarilah pangan yang merugikan kesehatan.
Nah, gimana kalau di blog ini dibahas mengenai untung rugi mengkonsumsi ayam kampung dibanding ayam broiler. Karena setahu saya ada beberapa orang yang alergi terhadap ikan laut juga mengaku alergi terhadap daging dan telur ayam broiler.
8. Tanggapan atas komentar mengenai ayam broiler menggunakan hormon « Aku Ingin Hijau | 3 Februari, 2009 pukul 11:18
[…] artikel sebelumnya yaitu “Daging Ayam Pakai Hormon, Fakta atau Mitos?” ada komentar kutipan artikel dari Jawa Pos bahwa “Cowok Suka Paha atau Sayap Ayam […]
9. muhammadt08.student.ipb.ac.id/ | 27 November, 2010 pukul 12:53
jadi jangan takut makan ayam,
daging hewani mengandung asam amino esensial yang tidak terdapat pada protein nabati
“PROTEIN HEWANI CERDASKAN BANGSA”
10. annisakarnadi | 6 Maret, 2014 pukul 10:31
Reblogged this on annisakarnadi and commented:
Bacaan bagus menepis isu ayam dengan hormon
11. Tiara | 28 April, 2016 pukul 14:46
Tapi saya setiap kali setelah konsumsi ayam broiler selalu alergi gatal”…
Bisa tolong d jelaskan kenapa bisa begitu?
Tq.