Pertumbuhan Penduduk: Ancaman Terbesar Masalah Lingkungan

4 Mei, 2008 at 23:46 51 komentar

“We must alert and organise the world’s people to pressure world leaders to take specific steps to solve the two root causes of our environmental crises – exploding population growth and wasteful consumption of irreplaceable resources. Overconsumption and overpopulation underlie every environmental problem we face today.”

Jacques-Yves Cousteau

Populasi manusia adalah ancaman terbesar dari masalah lingkungan hidup di Indonesia dan bahkan dunia. Setiap orang memerlukan energi, lahan dan sumber daya yang besar untuk bertahan hidup. Kalau populasi bisa bertahan pada taraf yang ideal, maka keseimbangan antara lingkungan dan regenerasi populasi dapat tercapai. Tetapi kenyataannya adalah populasi bertumbuh lebih cepat dari kemampuan bumi dan lingkungan kita untuk memperbaiki sumber daya yang ada sehingga pada akhirnya kemampuan bumi akan terlampaui dan berimbas pada kualitas hidup manusia yang rendah.

Antara 1960 dan 1999, populasi bumi berlipat ganda dari 3 milyar menjadi 6 milyar orang. Pada tahun 2000 populasi sudah menjadi 6.1 milyar. PBB memprediksi bahwa populasi dunia pada tahun 2050 akan mencapai antara 7.9 milyar sampai 10.9 milyar, tergantung ada apa yang kita lakukan sekarang. Dapatkah anda bayangkan berapa banyak bahan pangan, lahan untuk pertanian, lahan untuk perumahan, dan barang konsumsi lainnya yang dibutuhkan oleh penduduk yang begitu banyak?

Dengan tingginya laju pertumbuhan populasi, maka jumlah kebutuhan makanan pun meningkat padahal lahan yang ada sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan makanan, maka hutan pun mulai dibabat habis untuk menambah jumlah lahan pertanian yang ujungnya juga makanan untuk manusia. Konversi hutan menjadi tanah pertanian bisa menyebabkan erosi. Selain itu bahan kimia yang dipakai sebagai pupuk juga menurunkan tingkat kesuburan tanah. Dengan adanya pembabatan hutan dan erosi, maka kemampuan tanah untuk menyerap air pun berkurang sehingga menambah resiko dan tingkat bahaya banjir.

Perkembangan urbanisasi di Indonesia perlu dicermati karena dengan adanya urbanisasi ini, kecepatan pertumbuhan perkotaan dan pedesaan menjadi semakin tinggi. Pada tahun 1990, persentase penduduk perkotaan baru mencapai 31 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun 2000 angka tersebut berubah menjadi 42 persen. Diperkirakan pada tahun 2025 keadaan akan terbalik dimana 57 persen penduduk adalah perkotaan, dan 43 persen sisanya adalah rakyat yang tinggal di pedesaan. Dengan adanya sentralisasi pertumbuhan dan penduduk, maka polusi pun semakin terkonsentrasi di kota-kota besar sehingga udara pun semakin kotor dan tidak layak.

Kota-kota besar terutama Jakarta adalah sasaran dari pencari kerja dari pedesaan dimana dengan adanya modernisasi teknologi, rakyat pedesaan selalu dibombardir dengan kehidupan serba wah yang ada di kota besar sehingga semakin mendorong mereka meninggalkan kampungnya. Secara statistik, pada tahun 1961 Jakarta berpenduduk 2,9 juta jiwa dan melonjak menjadi 4,55 juta jiwa 10 tahun kemudian. Pada tahun 1980 bertambah menjadi 6,50 juta jiwa dan melonjak lagi menjadi 8,22 juta jiwa pada tahun 1990. Yang menarik, dalam 10 tahun antara 1990-2000 lalu, penduduk Jakarta hanya bertambah 125.373 jiwa sehingga menjadi 8,38 juta jiwa. Data tahun 2007 menyebutkan Jakarta memiliki jumlah penduduk 8,6 juta jiwa, tetapi diperkirakan rata-rata penduduk yang pergi ke Jakarta di siang hari adalah 6 hingga 7 juta orang atau hampir mendekati jumlah total penduduk Jakarta. Hal ini juga disebabkan karena lahan perumahan yang semakin sempit dan mahal di Jakarta sehingga banyak orang, walaupun bekerja di Jakarta, tinggal di daerah Jabotabek yang mengharuskan mereka menjadi komuter.

Pada akhirnya, pertumbuhan populasi yang tinggi akan mengakibatkan lingkaran setan yang tidak pernah habis. Populasi tinggi yang tidak dibarengi dengan lahan pangan dan energi yang cukup akan mengakibatkan ketidakseimbangan antara supply dan demand yang bisa menyebabkan harga menjadi mahal sehingga seperti yang sedang terjadi sekarang, inflasi semakin tinggi, harga bahan makanan semakin tinggi sehingga kemiskinan pun semakin banyak. Semakin menurunnya konsumsi masyarakat akan menyebabkan perusahaan merugi dan mem-PHK karyawannya sebagai langkah efisiensi, sehingga semakin banyak lagi kemiskinan.

Jadi, kita mudah saja bilang, kapan negara kita bisa swasembada? Apa bisa kalau masih mau punya banyak anak? Bagaimana dengan masa depan anak cucu kita kalau lahan sudah tidak tersedia, tanah rusak akibat bahan kimia, air tanah tercemar dan bahkan habis sehingga tidak bisa disedot lagi? Bagaimana kita mau menghemat makanan dan air kalau populasi terus berkembang gila-gilaan?

Populasi seperti hal yang besar dan politis yang diomongkan banyak orang. Tetapi hal ini juga merupakan hal yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Seperti yang telah kita lakukan dahulu dan berhasil, kita bisa Ikut program Keluarga Berencana (KB) atau paling tidak memiliki rencana KB sebagai komposisi keluarga yang ideal. Kalau tidak mau pusing soal KB, paling tidak pakai kondom dan jika anda malu untuk beli kondom di tempat publik maka sekarang sudah bisa beli lewat internet melalui kondomku.com sehingga tidak perlu malu lagi untuk membeli di toko.

Krisis pangan sudah dimulai di seluruh dunia. Harga semakin melejit dan pada akhirnya bukan karena kita tidak mampu membeli makanan, tetapi apakah makanan itu bisa tersedia. Kalau bukan kita yang bertindak dari sekarang, masa depan anak dan cucu kita bisa benar-benar hancur sehingga kita yang berpesta pora pada saat ini baru akan merasakan akibatnya nanti.

Sumber:
Bapeda Jabar
BKKBN

Entry filed under: Fakta Lingkungan, Manifesto Hijau.

Aksara Goes Green Video pengalaman ke kantor naik sepeda

51 Komentar Add your own

  • 1. winsolu  |  5 Mei, 2008 pukul 15:51

    solusinya gimana yah?
    bingung nih

  • 2. bosangjay  |  5 Mei, 2008 pukul 16:46

    Banyak anak banyak rejeki, sebetulnya disaat ini program KB menurut saya sudah habis masa jayanya. Jangankan di masyarakat pedesaan yang tingkat pendidikannya relatif lebih rendah dari pada di kota, bahkan teman-teman saya di Universitas cenderung berpendapat : “Banyak anak banyak rejeki”.

  • 3. Elisa Sutanudjaja  |  5 Mei, 2008 pukul 18:13

    Seperti kata Malthus 🙂 Populasi bertambah seperti deret ukur, sementara panganya seperti deret hitung. Apalagi, pangan nya sudah mulai dialihkan menjadi bio energi, sighhh …

    Kita sempat swasembada, sampai bulog ditutup paksa oleh IMF, sehingga sekarang harga beras tidak bisa dikontrol, dan bisa dipermainkan oleh pasar.

  • 4. iip  |  6 Mei, 2008 pukul 14:54

    Teori malthus tidak pernah terbukti. Akarnya mungkin bukan pertumbuhan penduduk, tapi distribusi sumberdaya yang tidak merata.

    Krisis pangan yang sekarang terjadi bukan karena kebutuhan pangan yang meningkat, tapi karena banyak produsen pangan yang lebih memprioritaskan ketahanan pangan negaranya. Indonesia bisa surplus beras, tapi tidak bisa ekspor karena syarat untuk mencapai level aman belum sampai.

  • 5. yoga  |  6 Mei, 2008 pukul 21:39

    100 th kebangkitan nasional, 100% persen laju pertumbuhan penduduk

  • 6. lilamr  |  8 Mei, 2008 pukul 10:26

    kalau menurut saya, lebih tepatnya bukan pertumbuhan penduduk. Tapi “keserakahan penduduk”. karena dari sekian banyak manusia, yang paling menyebabkan kerusakan lingkungan kan hanya beberapa gelintir manusia serakah saja, bukan seluruh manusianya.

    lagi pula, justru teori semacam teori malthus inilah yang menurut saya menjadi salah satu pemicu kerusakan. sifat manusia yang egois, dipicu oleh teori yang mengatakan bahwa sumberdaya bumi tidak mencukupi, melahirkan manusia yang hanya mementingkan diri. mengumpulkan sumberdaya sebanyak-banyaknya untuk diri sendiri (karena takut kekurangan) tanpa memperdulikan orang lain dan lingkungan sekitar.

  • 7. cathy  |  10 Mei, 2008 pukul 13:52

    jd solusinya apa donk???? prinsip punya anak byk kayaknya udh ndak berlaku buat org2 kota deh…yg hrs d beri penyuluhan adl org2 yg desa itu udh hidupnya pas2an msh jg punya byk anak.
    trus buat pengembang properti lainnya, jgn cuman mikirin untung tp mikirin jg agar kota tuh lbh hijau dan bebas banjir… untung aku ndak tinggal d jkt.

  • 8. tobadreams  |  14 Mei, 2008 pukul 19:53

    Ini persoalan klasik yang selalu diambangkan karena berbenturan dengan etika dan moral agama.

    Membingungkan memang, tapi masalahnya sangat nyata, bahwa musuh manusia adalah dirinya sendiri.

  • 9. pras  |  15 Mei, 2008 pukul 17:18

    Wah kita harus tau jawabannya biar ga gitu truz…. 😀
    Salam kenal yach,..
    GBU

  • 10. aziz  |  16 Mei, 2008 pukul 15:36

    maav tapi condom bukan solusi!

  • 11. Aku Ingin Hijau  |  16 Mei, 2008 pukul 16:54

    aziz.

    memang kondom bukan satu2nya solusi. tapi salah satu solusi. habis kalau nggak bagaimana dong kita bisa menekan populasi. saya pun sebenarnya agak bingung. dan benar kata tobadreams. ini masalah klasik dan bisa berbenturan dengan masalah agama. kalau teman-teman ada solusi lain, ayo kita diskusikan bersama.

    apa semua pasangan menikah musti “puasa”. hehehe… 🙂 itu malah gawat….

  • 12. yanuar  |  17 Mei, 2008 pukul 22:57

    fakta globalnya, di sebagian besar negara maju, malah pertumbuhan penduduk terus menurun. mereka beralasan punya anak adalah hal yang menyebalkan, sulit dan menakutkan. 😦 mungkin bisa kita invasi via TKI? 😀 (usul nggak serius, jangan ditanggapi)

  • 13. jaelunzz  |  20 Mei, 2008 pukul 11:25

    gampang koq. bnyk ilmuan di indonesia, tapi mereka gak mampu menemukan ramuan untuk memperlambat kesuburan manusia di indonesia. kita bisa mencampuri ramuan tersebut dari makanan. dan disini peran pemerintah perlu sekali sebagai pengambil keputusan yang akan menentukan kearah mana bangsa ini.
    setahu saya beras yang banyak mengandung kahbohidrat tinggi dapat memacu tinggkat kesuburan manusia dan akan menambah gairah bersenggama..hahaha…(cuma tahu sdikit doang, klw salah kasih tau ya?). nah bisa nggak ilmuan kita mensiasati bahan makanan pengganti beras tapi dengan teknologi dia bisa merubah rasa bahan makanan tersebut kayak beras. misalnya sagu dirubah jadi beras rojolele, cianjur, dll. rumput laut dirubah menjadi rasa beras? soalnya mau makan apa lg bangsa kita ini? beras aja impor? mau ga mau harus ada alternatif pengganti beras. nah tinggal merubah habbit bangsa ini yg bisa mkn beras aja..
    piss ahhh…

  • 14. jojo  |  9 Juni, 2008 pukul 01:11

    gw setuju ama azis, kondom emang bkan solusi yang baik tapi harus ada kesadaran dari kita sendiri.

  • 15. intana  |  5 Oktober, 2008 pukul 09:56

    solusi bagi permasalahan ini adalah pr bagi semua manusia kita harus bersama – sama mencari solusi bagi permasalahan ini dan hal ini dapat dilaksanakan bila kita menyadarinya

  • 16. amy  |  20 Januari, 2009 pukul 21:21

    lingkungan haruss di pelihara . .!!
    bwt kegiatan yang sifatnya mengajak dan tidak membuat bosan masyarakat,

  • 17. uyab  |  17 Maret, 2009 pukul 19:52

    ah kalau orang2 pada mikir, bahwa yang akan hidup itu bukan dirinya doank. mereka pasti akan berubah. so tergantung situ, apakah mau memberi kehidupan bagi anak, cucu, saudara sendiri.

  • […] Selain itu, BKKBN juga kekurangan petugas lapangan. Saat ini KB didukung oleh 22.000 petugas, “Kami butuh 13.000 penyuluh lagi.” Yohan Rubiyantoro, Amal Ihsan Hadian KONTAN Baca juga:  Pertumbuhan Penduduk: Ancaman Terbesar Masalah Lingkungan […]

  • 19. senja  |  26 Maret, 2009 pukul 16:05

    banyak anak sebenarnya boleh-boleh aja sepanjang mampu mengarahkan anak untuk menjadi berguna bagi semua pihak. berguna disini bukan hanya dalam arti kuantitas, tapi juga kualitas. mampu bersaing dalam dunia global. tentunya persaingan yang mengarah pada nasionalisme dan kemajuan bangsa dan negeri kita tercinta ini.

  • 20. senja  |  26 Maret, 2009 pukul 16:38

    jika semua penduduk di negeri ini memiliki rasa cinta tanah air, pasti tidak ada masalah, sekalipun anak sampe puluhan.
    yang penting mampu menjaga negeri ini, merasa memiliki negeri ini sebagai warisan yang harus dijaga dan dilindungi.
    bukan hanya sekedar dinikmati.
    selain itu, yang terpenting adalah fungsi dari masyarakat yang berpendidikan, jangan hanya bangga dengan gelar yang mentereng, tapi banggalah karena telah berbuat sesuatu yang bisa membawa kebaikan pada negeri ini. geto

  • 21. Aku Ingin Hijau  |  26 Maret, 2009 pukul 22:00

    dear senja, ancaman pertumbuhan penduduk tidak ada hubungan dengan rasa cinta tanah air. Bisa saja seluruh penduduk tak terkecuali siapa pun sangat cinta tanah air. Tetapi banyak hal-hal yang memang memiliki batas-batas tertentu seperti dengan semakin banyak penduduk memerlukan banyak tanah untuk perumahan yang mengurangi lahan pertanian, padahal semakin banyak orang perlu pasokan pangan semakin banyak. Begitu juga air. Semakin banyak hutan ditebang untuk industri, perumahan dan kemajuan lainnya, resapan air semakin sedikit jadi mata air juga tidak sebesar dahulu sehingga lama kelamaan air semakin langka. Jadi… pertumbuhan penduduk itu sangat harus ditekan. Semakin banyak penduduk, semakin ruwet masalah kita bukan saja lingkungan tetapi juga sosial ekonomi.

  • 22. acin  |  14 Mei, 2009 pukul 23:11

    sapa ya mw d salahkan . . ? manusia or tuhan
    (b’canda)

  • 23. rotua  |  20 Juni, 2009 pukul 14:48

    Menurut saya sich anak itu adalah anak negara dimana ketika ia sudah dewasa bukan lagi anak ibunya. Jadi kalau boleh anak itu gak perlu banyak. 2 ja cukup sesuai dengan program pemerintah yakni program KB, yang penting mampu membuat hidupnya bermakna/bermanfaat bagi orang lain dan bagi dirinya sendiri. ok….

  • 24. rince  |  20 Juni, 2009 pukul 14:52

    ya juga ya….
    bagaimana pula itu? padahal rencana awa mw buat anak banyak2. bah….penuh pula nanti bumi kita ni. sumber makanan kan jadi terbatas. mw makan apa anak2 awa? ga jad ah…takut gwe.

  • 25. rotua  |  20 Juni, 2009 pukul 15:04

    Menurut saya anak itu anak negara, dimana setelah dewasa ia bukan lagi anak ibunya. jaDI buat itu ga usah banyak2. 2 ja cukup sesuai dengan program KB yang di selenggarakan oleh pemerintah. yang penting mampu mmbuat hidupnya bermakna / bermanfaat bagi org ln n bg dirinya sndri. rugi punya ank banyak toh juga jd ank negara. ok..

  • 26. uwn@  |  17 Juli, 2009 pukul 08:42

    Sudah saatnya manusia-manusia pandai mengamalkan ilmunya. Untuk menekan laju pertumbuhan penduduk sebainya segera dicari alternatifnya. Kalau bisa,,jangan dengan mengurangi gairah seksual duonkkkk! Soalnya itu kan fitrah dari Tuhan. Selain itu karena…..aku juga pengen merasakan surga dunia itu. He…He…

  • 27. AAA  |  23 Juli, 2009 pukul 05:03

    Sebagai warga yang menempati bumi ini,, kita harus sayang dan memelihara tempat tinggal kita ini sebagaimana kita menyayangi diri kita ndiri… kalian tidak mau kan kalau bumi kita hancur…??!!!
    olehkrna itu,, jika kita ingin melakukan sesuatu, harus dipertimbangkn dahulu resikonya, kita juga harus berfikir ulang untuk mempertimbangkan kedepannya.

  • 28. ziza  |  4 September, 2009 pukul 10:40

    aye gak tau siapa yang slh tp yg skrd kt perlukan bagaimana mengatasinya?????????????????????????????ok!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

  • 29. ziza  |  4 September, 2009 pukul 10:41

    ayo perbaiki pemerintaan kita ??????????????????????

  • 30. kaizen  |  10 Oktober, 2009 pukul 23:30

    g perlu kawatir dengan itu semua, sekalipun penduduk indonesia akan selalu bertambah hal-hal yang dikawatirkan oleh para ekonom saat ini, seperti habianya sumber daya alam. dan kurangnya lahan untuk tempat tinggal itu semua tidak akan terjadi, . justru islam menganjurkan untuk memerbanyak anak. dalam ekonomi islam setiap orang pasti ada rezekinya sesuai dengan apa yang dia usahakan. yang penting kita tetap pada Sunnatu Allah.

  • 31. ichy  |  14 Oktober, 2009 pukul 18:49

    mua tergantung yang menjalani,mau bnyak atau sdkit………..!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

  • 32. citra  |  21 Oktober, 2009 pukul 12:39

    menurut saya sih, harus ada komitmen dan kesadaran buat pasangan yang baru menukah or pasangan yang sudah berumur..jangan mikirin anak mulu’

  • 33. becko"yon"rastafara  |  24 Februari, 2010 pukul 12:07

    perhatian pemerintah thdp lingkungan yg lebih penting disamping menekan laju angka pertumbuhan

  • 34. ya kun  |  2 Maret, 2010 pukul 11:12

    hasil banyak manusia: kebutuhan n lingkungan manusia bertambah, lingkungan flora fauna berkurang.

    aku sarankan, gimana jika satu anak adalah satu istri?
    ingat jumlah wanita lebih banyak daripada pria, dan kebutuhan wanita itu lebih banyak daripada pria. cth: pakaian, kosmetik, pembalut, dll.

    maef. jika saya menyinggung.

    ^________________^

  • 35. sun_tea  |  15 Maret, 2010 pukul 12:19

    lestarikan bumi pertiwi qita……….

  • 36. Nabil  |  5 April, 2010 pukul 11:37

    Gmana kalo pmerhntah menerapkan pajak anak untk menekan laju pertumbuhan?

  • 37. tric06  |  10 Juni, 2010 pukul 02:28

    2 anak cukuplah..KB
    (http://tric06.student.ipb.ac.id/)

  • 38. ramadhina  |  21 Juni, 2010 pukul 12:29

    ini memang masalah yang sejak dulu sulit dipecahkan. karena manusia itu sendiri sulit dikontrol, terutama dalam mengakses sumberdaya alam yang ada. hanya perlu adanya kesadaran yang muncul di setiap individu.

  • 39. hellem  |  18 Desember, 2010 pukul 10:58

    menurut aq, cara mengatasi meledaknya populasi penduduk gg ckup hanya dngn program2 KB, KONDOM,dan usaha pemerintah lainnya.. but everyone must know & mengonsepp kehidupannnya & meningkatkan knowledge every people….. so…, if the pendudukx much yg ada di dlmnya is smart people….. hehehehehehe ;0

  • 40. radyan prasetyo  |  18 Januari, 2011 pukul 11:02

    diskusi panjang lebar dan disitu sudah ada jalan keluar tingal siapa yg berani bertindak… sy hanya meminjam ucapan gandhi bahwa sumber daya yang ada di dunia ini cukup untuk seluruh penduduk, tapi tidak akan pernah cukup bagi segelintir orang yang tamak…

    Jumlah penduduk bukanlah masalah utama dari lingkungan…

  • […] PENGERTIAN PENULISAN […]

  • 42. beni  |  7 April, 2011 pukul 18:21

    saya sama skli tidak setuju karne menurut saya jika kita memang ingin tercip tanya lingkungan sehat…..)*dan menciptakan kota nya sendiri tampa harus menyalah kan pendu2k jika mereka mampu menciptakan kota nya sedreeh maka ledakan itu tdk akan pernah terjadi tampa harus melakukan penggundulan hutan

    maka kita tidak akan menyalah kan pendu2k
    tampa perlu melarang pendu2k memiliki anak dlm jumbelah banyak krna menurut saya asal kan mereka mampu kenapa enggak

  • 43. PULSA MURAH  |  3 Juli, 2011 pukul 21:19

    JIHAD MELAWAN KORUPSI,,,,, AYO TUMBUHKAN DARI SIKAP INDIVIDU MASING-MASING…………….

  • 44. omega 3  |  6 September, 2011 pukul 16:49

    Program KB adalah salah satu solusinya

  • 45. Fawzi  |  2 November, 2011 pukul 07:21

    Sejak banyak penduduk, terus terang tempat tinggal jadi tidak sedamai dan setentram masa lalu. Saya tinggal di Bandung, dari kecil, 15 tahun lalu masih banyak pohon dan bisa berjalan sampai 2km dari dago atas ke simpang. Sekarang, polusi udara dan suara dimana-mana, pemuda2 pengangguran kebut2an dg suara knalpot dikeraskan, berkendara zig-zag dan lomba kebut2an, angkot penuh dan penumpang turun seenaknya, tanpa memberi sinyal dan tanpa menepi dulu. Rasanya jumlah orang brengsek jadi banyak sekali. yang paling mengenaskan, bumi jadi panas sekali, dulu jam 12 siang masih bisa jalan-jalan sekarang sudah jam 10 hampir tidak bisa keluar tanpa berkendara karena panasnya. Tempat yg dulu kebon dan banyak pohon sudah disulap jadi rumah-rumah pendatang, dulu bisa lihat kiri-kanan pohon, serasa sejuk dan hati tentram, sekarang lihat kiri-kanan isinya rumah dan orang lalu lalang cari uang.
    Masalah penduduk ini saya kira bukan tanggung jawab pemerintah saja tapi juga kita-kita. Bagi saya, kita jangan egois dengan “mengoleksi” banyak anak, bahkan orang-orang kaya atau ternama atau ulama sekalipun anak-anaknya banyak yg menjadi brengsek. Saya kira punya anak lebih dari 3-4 maksimum adalah bentuk ketidakbertanggungjawaban dan saya yakin di atas itu anak tidak terdidik dengan baik, di masa orang tua sibuk kerja spt sekarang, gak mungkin kita bisa didik anak yg jumlahnya besar. Setiap saya lihat para pemuda pengangguran yg tdk ada kontribusinya ke negara ini saya lihat orang2 tuanya yg tidak peduli pada masyarakatnya, boro2 sama negara.
    Solusi selain KB, solusi terbaik: 1) tingkatkan pendidikan, spt di negara maju, semakin berpendidikan anak2 kita (wanita dan pria disamakan) maka waktu pernikahan juga naik (negara Jepang misalnya usia pernikahan wanita rata2 27 th) dan HILANGKAN pernikahan usia muda. 2) peduli kesehatan, semakin panjang umur rata-rata kita semakin tertekan pula angka kelahiran, di Jepang atau Inggris tidak jarang melihat wanita berusia 90-100 tahun dan masih sehat, di kita usia 50 sudah empot-empotan.

  • 46. wayan  |  14 November, 2011 pukul 11:03

    caranya setiap rumah harus memiliki lahan buat berkebun, simpel dan efektif, mulailah dari rumahmu sendiri (asta kosala kosali)

  • 47. Erenzh Pulalo  |  19 November, 2011 pukul 08:35

    mari kita sama-sama berpikir bagamana agar penduduk kita harus seimbang dengan SDA yang ada di Negara kita

  • 49. satrianawati  |  20 Februari, 2012 pukul 15:22

    terima kasih atas tulisan yang telah diberikan yang sangat membantu saya untuk mengerjakan tugas ini. btw, dalam masalah penduduk, ada tidak, yang mencakup skala besar, sedang dan kecil. tolong bantu penjelasan. ma kasih sebelumnya

  • 50. Amalia  |  21 Maret, 2012 pukul 14:41

    Wah, kalo menurut saya sih yg jadi masalah bukan kuantitasnya, tp kualitasnya. Kalo populasi orang di dunia ini banyak tapi kualitasnya oke-oke, ya nggak masalah. Lagipula, bumi ini kan sudah didisain untuk bisa menampung manusia yang banyak ini. Asal masing-masing orang bisa bijak dalam menggunakan sumber daya di lingkungannya masing-masing.

    Jujur saja, kalau hanya bilang pertumbuhan penduduk itu ancaman, bertambahnya populasi itu merugikan, saya sih nggak setuju. Apalagi karena itu smua sudah terjadi, kita hanya bisa berkoar-koar aja dong tanpa memberi solusi. Apa kita harus “melenyapkan” orang-orang yg ada di bumi ini dengan dalih keseimbangan alam?

    Lalu, saya menemukan redaksional seperti ini di tulisan:
    Kalau populasi bisa bertahan pada taraf yang ideal, maka keseimbangan antara lingkungan dan regenerasi populasi dapat tercapai –> memangnya taraf yang ideal populasi dunia itu berapa ya? mohon pencerahannya

  • 51. hasim  |  21 Mei, 2012 pukul 14:53

    trima kasi atas infomasinya 🙂

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


Agenda

Archives

RSS Bisnishijau.Org

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

Kampanye Hijau











Statistik Pengunjung

  • 2.475.496 Pengunjung

Statistik

Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

Bergabung dengan 318 pelanggan lain