Kekacauan Cuaca akibatkan Rawan Pangan
16 Maret, 2010 at 23:48 11 komentar
Disadur dari Kompas.com
Waingapu, Kompas – Kekacauan pola cuaca, cuaca dengan curah hujan tinggi, angin kencang, dan pergeseran musim hujan, mengakibatkan ancaman rawan pangan di sejumlah daerah di Indonesia.
Saat ini di sejumlah wilayah telah terjadi mundurnya musim hujan, intensitas hujan yang polanya tak jelas, sementara di daerah lain kekeringan tetap berlanjut. Akibat yang muncul antara lain mundurnya musim tanam, rusaknya tanaman padi, meledaknya hama tikus dan wereng, serta terbatasnya persediaan air untuk irigasi.
Di daerah Nusa Tenggara Timur, misalnya, 121 dari 156 desa di Kabupaten Sumba Timur terancam rawan pangan akibat tanaman jagung mati atau gagal panen karena awal musim hujan tahun ini datang terlambat.
Bupati Sumba Timur Gidion Mbilijora menyatakan, ”Bulan lalu baru 52 desa yang berpotensi rawan pangan, tetapi akibat sedikitnya curah hujan kali ini jumlahnya bertambah menjadi 121 desa,” katanya, Jumat (12/3).
Yan Bakurawang (50), petani dari Desa Mbatapuhu, Kecamatan Haharu, Sumba Timur, baru menanam jagung pertengahan Desember—biasanya November. ”Panen pertama Februari, lalu kami memasuki musim tanam kedua, dengan sisa musim hujan. Karena hujan baru datang Desember, kami baru panen pekan kedua Maret dan belum bisa menanam lagi karena tidak ada hujan,” kata Bakurawang.
Angin kencang, padi rusak
Sementara itu, para petani di Kulon Progo, DIY, sudah pasrah menghadapi dampak cuaca yang terjadi sejak akhir Februari. Puluhan hektar sawah siap panen rusak akibat diterjang angin kencang. Banjir mengancam persawahan yang baru mulai tanam.
Kerusakan sawah siap panen terjadi di empat kecamatan, yaitu Pengasih, Sentolo, Samigaluh, dan Girimulyo. Tanaman padi seluas kira-kira 100 hektar di empat kecamatan ini binasa. Petani terpaksa panen lebih awal.
Pemerintah Kulon Progo tidak siap akan dampak itu sehingga tidak anggarkan dalam APBD Kulon Progo untuk bantuan benih dan sarana produksi bagi petani.
Adapun di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, sejumlah kelompok tani kembangkan pola penanaman padi dengan system of rice intensification (SRI), mengantisipasi minimnya ketersediaan air—menghemat air separuh dari 8.000 meter kubik per hektar per musim tanam.
Dinas Pertanian Karawang mencatat sekitar 30.000 hektar sawah di pesisir utara terlambat tanam lebih dari sebulan. Kini digencarkan percepatan penanaman padi untuk mencapai target produksi 1,3 juta ton GKP.
Cuaca ekstrem juga memunculkan kembali hama wereng coklat—tiga tahun lalu hilang—dan meningkatkan serangan hama tikus di Purbalingga. Di Blora, sejumlah petani khawatir akan penyakit kresek (bakteri Xanthomonas oryzae).
Pada musim tanam kedua di Desa Undaan Kidul, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, hama tikus datang lebih awal—mengancam 542 hektar padi yang baru 1-8 hari ditanam.
Kepala Laboratorium Klimatologi Institut Pertanian Bogor Prof Dr Ir Rizaldi Boer menyatakan, kawasan timur Indonesia, khususnya NTT, tetap merupakan daerah paling rentan terkena dampak fenomena iklim El Nino—yang mengakibatkan musim kemarau yang kering. Sebab, musim hujan bergerak dari arah barat ke timur. Keterlambatan musim hujan berdampak fatal bagi Provinsi NTT karena musim hujan di NTT sangat pendek. ”Hampir tidak ada hujan turun pada musim tanam di NTT,” kata Rizaldi.
Ia menyatakan, antisipasi El Nino tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek. ”Seharusnya sejak jauh hari antisipasi El Nino dilakukan, dan segara siapkan varietas tanaman pangan berumur pendek dan hanya butuh sedikit air. Jika petani terlambat mengantisipasi, kerawanan pangan pasti terjadi,” katanya.
Menurut dia, fenomena El Nino akan berakhir April atau awal Mei. Setelah itu akan terjadi dampak fenomena La Nina (curah hujan tinggi). (ROW/YOP/MKN/HAN/HEN/NIK)
Entry filed under: Berita Lingkungan Lokal.
11 Komentar Add your own
Tinggalkan Balasan
Trackback this post | Subscribe to the comments via RSS Feed
1. wong pemalang | 17 Maret, 2010 pukul 00:36
huum skrg cuaca gak b’sahabat
http://makring.wordpress.com
2. galih | 18 Maret, 2010 pukul 16:17
iyanih gara” cuaca jdnya aneh” semua
3. chikuz | 18 Maret, 2010 pukul 16:20
iya nih cuaca nya ekstrim dan susah di prediksi….. mudah mudahan ke depan ga gini lagi….
4. galih | 24 Maret, 2010 pukul 14:53
iya semiga ke depan ga kaya gini , malah banjir sekarang sob hiks hiks
5. aan | 12 Juni, 2010 pukul 23:45
mudah2an indonesia bisa menjadi lebih baik lagi
(trisr06.student.ipb.ac.id)
6. chai | 13 Juni, 2010 pukul 00:53
cuaca makin kesini makin gak jelas aja… apa karna efek global warming..?
7. ade | 14 Juni, 2010 pukul 21:30
sangat bermanfaat..
bagus sekali…
8. ekozul | 27 Juni, 2010 pukul 07:14
cuaca makin ga jelas nih,,
aplg sumatra terasa banget karna ditambah banyak perkebunan sawit yg boros air..
9. utari | 9 Juli, 2010 pukul 13:18
cuaca di bogor juga..sering g bersahabat 😦
10. rifky | 23 Juli, 2010 pukul 20:31
pertanian adalah hidup dan mati…
11. CV.Raya Bersaudara | 6 Januari, 2011 pukul 14:33
moga semua aral cepat berlalu,hidup petani indonesia.http://www.gilingpadimobil.com