Tidur Nyaman dan Hemat (kalau udara luar adem)
16 Desember, 2007 at 07:32 6 komentar
Dulu saya sudah berubah dari memakai comforter tebal jadi memakai selimut tipis sehingga saya juga bisa menaikkan temperatur AC. Setelah itu saya juga mulai memakai timer dimana AC akan mati 1 jam sebelum waktunya bangun karena dalam 1 jam itu juga kamar masih cukup dingin.
Di musim hujan ini, ternyata ada beberapa hari dimana saya sama sekali tidak memakai AC dan hanya membuka jendela kamar tidur. Tetapi ternyata kalau sedang tidak hujan dan udara luar cukup adem, saya memulai kebiasaan baru dengan memasang timer hanya 1 jam saja. Jadi saya sudah buka jendela dari awal, AC akan menyala selama 1 jam pertama, sehingga dengan asumsi dalam 1 jam tersebut saya sudah tertidur, dan selebihnya hanya menggunakan udara luar. Ternyata di pagi hari pun temperatur kamar tetap adem, malah agak dingin walaupun tidak hujan. Memang belum tentu bisa setiap hari, tetapi kalau bisa sebanyak mungkin kenapa tidak.
Dengan menggunakan AC, bukan hanya kita menghemat listrik, tapi saya rasa juga baik untuk kesehatan kita. Memang saya bukan dokter tapi banyak yang bilang kulit jadi kering, bisa rematik, dll. Kalau bisa hemat dan lebih sehat kan bagus dong.
Entry filed under: Lingkungan Rumah.
6 Komentar Add your own
Tinggalkan Balasan
Trackback this post | Subscribe to the comments via RSS Feed
1. Abimanyu | 19 Desember, 2007 pukul 02:20
sorry Bro.. tapi jika rumah tinggal dirancang dengan baik.. penggunaan AC bisa NOL.. yah mungkin diruang2 tertentu misal studio band, recording, ruang komputer dll AC tetap diperlukan..
dalam istilah arsitektur ada istilah cross ventilation yang artinya lubang ventilasi dibuat sedemikian rupa sehingga angin bisa masuk dan udara dalam ruang bisa diganti dgn udara yang segar.. hm.. kita hidup di iklim tropis.. kec angin sedang, kelembaban udara tinggi.. jadi cara yang paling efektif untuk mendinginkan ruang adalah dengan memasukkan angin kedalam ruang itu..
saya tidak tau anda itu tinggal dimana?? lantai berapa?? tapi jika dimungkinkan tanpa AC kenapa harus pake AC?? yah saya anggap anda tinggal di jakarta.. pinggir jalan.. banyak debu.. sehingga tidak mungkin membuka ventilasi/jendela (takut debu masuk) sehingga harus pake AC.. yah.. jika ini alasan anda pakai AC, mungkin masyarakat awam akan memakluminya.. tapi sebagai calon arsitek, saya tidak bisa.. karena debu itu bisa diberi penghalang (vegetasi efektif bgt ni) agar tidak masuk ke ruang.. hmm.. lahan terbatas?? pakai saja tanaman rambat.. di luar jendela/ventilasi.. atau saya anggap anda tinggal di jakarta di apartement lantai 40?? yah mau ndak mau harus pake AC.. karena di ketinggian seperti itu anginnya kenceng bgt.. bisa si nggak pake AC tapi arsitek yang ngerancang harus jenius.. dan tentu saja biaya kostruksinya lebih mahal.. atau kamar tidur anda itu terletak didalam sebuah ruang (ruang dalam ruang)?? klo kayak gini kasusnya.. berarti anda salah milih arsitek.. ato emg dari kecil anda terbiasa tidur dgn AC?? fyuuh.. ini namanya pembunuhan manusia secara perlahan-lahan.. manusiakan punya sistem adaptasi.. nah klo sistem ini di ninabobo-kan?? ato anda punya penyakit pernafasan yang g boleh kena debu?? ato anda pake AC karena mengikuti lifestyle?? hmm.. klo ini alasannya.. fyuuh.. inilah manusia..
2. dodolipet | 20 Desember, 2007 pukul 01:00
Thanks banget nih untuk komentarnya.
Saya tinggal di Jakarta dan memang kebetulan dari kecil saya terbiasa dengan AC. Rumah saya ini juga di bagian utara jakarta dan dekat sama jalan Tol jadi berdebu sekali. Nah dengan hawa yang cukup panas kalau kemarau dan berdebu maka kalau buka jendela yah sulit tidur. Bukannya ada penyakit pernapasan loh.
Kamar juga di lantai 2 jadi agak sulit untuk punya pohon yang tinggi untuk menghalangi matahari dan debu.
Untuk saya paling ideal tentu tidak menggunakan AC. kalau bisa semua orang melakukannya. Tetapi saya juga bukan orang idealis yang kalau panas pun sebodo gak pakai AC. Mencintai lingkungan tidak berarti harus hidup sulit. Tetapi kalau hal kecil ada yang bisa mengubah kebiasaan menjadi lebih baik, seperti dari penggunaan AC 8 jam menjadi 1 jam itu adalah suatu prestasi dimana kita tetap tidak mengabaikan lifestyle tetapi tetap ok untuk lingkungan kita.
Nanti kalau membuat rumah baru, nah baru deh kita rancang sedemikian rupa kalau perlu menghasilkan energi listrik sendiri.
tx.
3. simpri | 20 Desember, 2007 pukul 16:07
selain dengan pengkondisian udara bisa juga dengan pengkondisian pikiran. Halah apa juga itu… Pengkondisian pikiran maksudnya …aduh gerah ya…ya gapapa deh gerah dikit…lama lama jadi makin biasa.Mungkin berlaku untuk teman teman yang tidak tinggal di jakarta. Menarik juga dari uraian sejak kecil terbiasa dengan AC, pengkondisian pikiran ini bisa dimulai dari usia dini juga.
4. siklus.org | 23 Desember, 2007 pukul 08:28
Kenapa nggak sekalian aja dicopot AC-nya kalau benar2 mau hemat energi/biaya. Ganti dengan exhaoust (eh..bener gak spell-nya ini). Fungsinya sama persis, cuma nggak pake pendingin/refrigator jadi bebas fcc (gas beracun yg dilarang beredar).
Upaya-upaya cinta lingkungan hidup yg berawal dari diri sendiri sama sekali tidak menyulitkan hidup kita. Pikiran sulit hidup tanpa fasilitas (yg berpotensi merusak lingkungan) hanya ada karena ketidakmau-an serta ketidak mampuan beradaptasi (MANJA). Padahal manusia dalam sejarahnya adalah spesies yg paling unggul dalam adaptasi.
Ada banyak cara melakukannya, namun buat manusia2 manja yg selalu bergantung fasilitas(berlebihan), ada banyak alasan pula untuk menolaknya. Namun kalau kita nalar dg lebih dalam, alasan2 itu samasekali tidak berdasar alias sekedar upaya mempertahankan fasilitas(berlebihan).
5. dodolipet | 24 Desember, 2007 pukul 09:57
Dear Siklus.org
Memang kalau kita mau benar-benar ramah lingkungan yah pastinya gak pakai AC sama sekali atau malah gak punya AC sama sekali. Tetapi inilah yang saya maksud dengan hidup normal tetapi ramah lingkungan. Tidak usah ekstrim tetapi kalau kebiasaan kita bisa dirubah sedikit saja tanpa mengurangi lifestyle kita, maka itupun sudah membantu lingkungan. Kalau kita mau ekstrim, berapa orang yang mau mengikuti kita? Akan lebih sulit lagi mengubah begitu banyak orang. Mungkin segelintir orang mau, tetapi untuk kebanyakan orang, mengubah cara hidup sangat sulit. Buang sampah di tempatnya saja susah bener, apalagi yang biasa pakai AC terus dicopot.
Kalau begitu, orang yang tidak punya AC seharusnya bekerja tanpa AC juga. Apa LSM lingkungan kerja tanpa AC? cuma kipas angin dan exhaust? Saya rasa tidak dan mereka juga tidak akan mau.
Makanya saya lebih memfokuskan pada hal-hal yang merubah gaya hidup tetapi tidak ekstrim dan dapat dilakukan oleh banyak orang. Karena lebih baik yang sedikit tetapi dilakukan bersama-sama daripada ekstrim tetapi hanya sekelompok. Pada akhirnya, hitungan itu akan masuk akal.
Terima kasih.
6. andri | 27 Desember, 2007 pukul 13:39
Check it out from http://www.indomedia.com/intisari/2001/Agt/khas_airud.htm:
“…Untuk kebutuhan menjaga kesehatan tubuh, diperlukan 1.000 – 2.000 ion per cc…. Data menunjukkan, konsentrasi anion terbesar bisa ditemukan di hutan rimba atau air terjun, yakni sebesar 50.000 ion per cc (sentimeter kubik) udara. Berikutnya di pegunungan dan pantai 5.000 ion per cc, pinggiran kota dan tempat terbuka 700 – 1.500 ion per cc, taman kota 400 – 600 ion per cc, jalur hijau di dalam kota 100 – 200 ion per cc, perumahan dalam kota 40 – 50 ion per cc, dan yang terkecil di dalam ruang ber-AC yakni 0 – 25 ion per cc.”
Bertahap saja pindah dari AC ke non-AC. Dulu saya juga pakai AC tapi setelah dipikir2, dgn luas kamar dan populasi penghuni kamar 1 orang saja, kipas angin mencukupi kebutuhan udara sejuk. Di musim hujan begini, dgn membuka jendela saja udara sejuk alami mampu mengusir gerah…