Jawa Mulai Alami Krisis Air
3 Desember, 2009 at 10:28 6 komentar
Disadur dari antaranews.com
Jakarta, (ANTARA News) – Pulau Jawa sudah mulai memasuki masa krisis air karena setiap penduduk hanya memperoleh rata-rata 1.750 meter kubik (m3) air per tahun.
Sementara suatu wilayah dikategorikan krisis apabila pemenuhan kebutuhan airnya sudah menurun hingga memasuki 2.000 m3 per kapita per tahun, kata Staf Ahli bidang Percepatan Pembangunan Kawasan Timur dan Kawasan Tertinggal Bappenas M Ikhwanuddin Mawardi yang dikukuhkan sebagai Profesor Riset di kantor BPPT di Jakarta, Rabu.
“Bahkan pada 2025 Pulau Jawa hanya dapat menyediakan air sekitar 320 m3 per kapita per tahun atau separuh saja dari yang dibutuhkan penduduknya,” ia menjelaskan.
Pakar Agrometeorologi itu menjelaskan, pada 2025 penduduk Pulau Jawa sebanyak 181,5 juta jiwa, jika setiap penduduk membutuhkan 1.100 m3 air per tahun sesuai standar PBB, maka jumlah air yang dibutuhkan mencapai 199,6 miliar m3, sementara yang tersedia saat itu hanya 50,09 miliar m3.
Pada 1930, ujar dia, Pulau Jawa masih mampu memasok 4.700 m3 per kapita per tahun, namun karena penduduknya meningkat pesat sementara daya dukung alam terus menurun saat ini potensinya tersisa hampir sepertiganya.
“Kondisi ini memprihatinkan khususnya karena kelayakan ekonomi air hanya 35 persennya saja atau hanya 400 m3 per kapita saja per tahunnya, jauh di bawah standar PBB yakni 1.100 m3 per kapita per tahun,” kata dia.
Dari total potensi air yang tersedia itu 75 persen di antaranya dipergunakan untuk keperluan irigasi, berhubung 60 persen produksi beras nasional dihasilkan di Pulau Jawa, baru kemudian air untuk rumah tangga dan kemudian air untuk kebutuhan industri.
Pasokan air yang terus berkurang ini, lanjut dia, sangat dipengaruhi oleh terus berkurangnya hutan alam di Pulau Jawa yang pada 2005 tinggal 400 ribu ha akibat perubahan alih fungsi lahan.
Penggundulan hutan yang semakin lama semakin ke arah hulu sungai membuat kemampuan Daerah Aliran Sungai (DAS) menahan dan meresapkan air sangat berkurang dan membuat volume air permukaan yang mengalir langsung ke laut menjadi lebih banyak.
Kondisi DAS rusak sebenarnya bisa dikendalikan dengan pembangunan saluran irigasi, namun kondisi waduk dan saluran irigasi juga banyak yang rusak, ujarnya.
“Dari total jaringan irigasi di Pulau Jawa seluas 3,28 juta ha sebanyak 379,761 ribu ha di antaranya rusak,” kata Ikhwan.
Karena itu, ujar dia, perlu dilakukan penanganan atas permasalahan krisis sumber daya air di Pulau Jawa secara komprehensif seperti kebijakan yang efektif, pengaturan tata ruang wilayah, pengaturan distribusi jumlah penduduk, rehabilitasi hutan dan lahan, pengendalian kawasan psisir hingga pengaturan kelembagaan.
Selain Ikhwan, juga dikukuhkan Kardono, Direktur Pusat Teknologi Lingkungan BPPT sebagai Profesor Riset, juga Netty Widyastuti dari Pusat Teknologi Bioindustri BPPT.(*)
Entry filed under: Berita Lingkungan Lokal.
6 Komentar Add your own
Tinggalkan Balasan
Trackback this post | Subscribe to the comments via RSS Feed
1. Sg. Yulianto | 4 Desember, 2009 pukul 13:39
Saya masih ingat, sekitar tahun 19 75 (kebetulan saya tinggal desa), dimana-mana saya mudah menemukan kubangan air, dan di mana ada air disitu selalu ditemukan ikan, banyak ikan, sehingga sangat mudah ditangkap dan dijadikan lauk pauk.
Setiap musih panen padi tiba, anak-anak begitu gembira, karena setelah padi selesai dipanen, dibabat, anak-anak bisa mencari ikan di sawah tersebut. Disetiap kubangan yang ada dibagian sawah tersebut anak-anak bisa mencari ikan, saling berebutan. Selain ikan, terutama ketika padi yang belum dipanen tinggal sedikit, anak-anak bisa berburu burung sawah, burung itik-itikan dan cenggeran. Burung tersebut tidak bisa terbang, dia hanya bisa lari, nah karena padi sudah tinggal sedikit burun jenis tersebut juga bisa dikejar dan ditangkap anak-anak.
Kenyataannya sekarang, sulit sekali ditemukan genangan air di desa-desa tersebut, kalau pun ada, tidak ada lagi ikan atau belut yang bisa ditangkap. Burung-burung cengeran juga sudah tak ditemukan lagi.
Kenyataan buruk tersebut mulai kentara ketika mulai digunakannya pestisida, obat-obatan dan pupuk kimia untuk pertanian. Sedangkan pohon-pohon yang dulu rimbun di perdesaan juga mulai habis tergerus perkembangan perumahan. Listrik masuk desa, pohon-pohon besar di sepanjang jalan harus ditebang duna mudahnya instalasi jaringan listrik masuk desa.
Terus terang saya sangat prehatin dengan degeradasi lingkungan yang luar biasa tersebut!
2. rusabawean™ | 7 Desember, 2009 pukul 06:33
udah kering puanas lagi
😦
3. sinopsis film | 12 Desember, 2009 pukul 03:49
semoga aja ga musimnya menjadi teratur kembali …
4. and1k | 24 Desember, 2009 pukul 06:21
emang tambah panas
5. faisal adi | 24 Desember, 2009 pukul 11:45
seharusnya pemerintah lebih tahap donk untuk mepersiapkan air bagi petani yang kekurangan air…
pemerintah juga harus antusias kepada rakyat miskin di jawa harus membuat sumber daya yang baru agar perairan dimusim tertentu bisa terus mengalir….
oleh karna itu pemerintahlah yang bertanggung jawab atas kementrian sumber daya alam yang menipis oleh karna itu bangunan seperti perkantoran di jawa di cabut semua kontak… lebih baik jawa asri dari pada modern….
6. AFCINDOIBRAHIM | 12 September, 2011 pukul 09:05
Kita merasakan kekeringan, Jakarta krisis air, kebakaran hutan dimana mana, tak lama lagi kita mendengar kelaparan dimana mana, dan kita mengambil tindakan yang paling bodoh ” MENGELUH, MENCERCA, MENCACI” tapi tidak pernah mau beraksi…. kenapa sih nanem pohon aja susah siiiiiiiiih???? Kenapa mulai mengolah sampah sendiri susaah sihhh!!! hmmmmmm i dont knooooow!!!!