Umbi-umbian, alternatif beras yang baik dan berlimpah

25 Maret, 2008 at 23:49 17 komentar

rice umbi

Akhir-akhir ini, terutama setelah mantan presiden Soeharto meninggal banyak orang yang mengingat, melihat melalui TV dan juga memberi komentar soal swasembada beras di jamannya. Kita melihat ironi bahwa kita harus mengimpor beras dari negara-negara tetangga dimana dulu mungkin mengimpor dari kita. Negara kita sebagai penghasil beras no. 3 di dunia dan juga memiliki lahan yang cocok untuk menanam padi sangatlah terbelakang di bidang teknologi benih dan juga teknologi pembantu seperti alat-alat pertanian yang dapat dijangkau masyarakat luas. Saya pun masih banyak sekali melihat orang membajak sawah dengan mesin manual alias sudah maju sedikit dari memakai kerbau tetapi tetap saja pakai tenaga manusia.

Untuk saat ini swasembada terlihat sulit dicapai apalagi dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan lahan persawahan yang semakin lama semakin sedikit karena terus dijual oleh masyarakat. Bagi mereka lebih mudah menjual sawah warisan keluarga mereka dibandingkan bercocok tanam yang hasilnya tidak seberapa. Disini pun yang jadi masalah adalah warisan keluarga. Tanah 1 Ha dengan anak 5 akhirnya dibagi-bagi dan semakin kecil lahan akan semakin tidak efisien dan produktif. Ujung-ujungnya margin atau keuntungan dari bercocok tanam pun semakin sedikit karena ketidakefisienan itu.

Solusinya? Bagaimana kalau setiap keluarga makan umbi-umbian 1 kali saja per minggu.

Jumlah keluarga yang ada di Indonesia adalah kira-kira 50 juta keluarga Setiap anggota keluarga memerlukan 400-600 gram beras setiap harinya dengan asumsi makan 3x sehari. Bila kita rata-rata 500 gram per orang untuk keluarga dengan 4 anggota keluarga akan dibutuhkan 2 kilogram beras per hari untuk setiap keluarga sehingga setiap harinya keluarga di Indonesia memerlukan 100.000 Ton beras.

Jadi kalau kita bisa mengganti 1 hari dengan umbi-umbian maka kita akan menghemat 100.000 ton beras setiap minggu! Kalau kita hitung ada 52 minggu dalam 1 tahun maka penghematannya beras dari substitusi umbi 1x per minggu adalah 5.200.000 Ton.

Data impor beras hingga Oktober 2007 adalah 1.1 juta ton jadi kalaupun hanya 25% dari seluruh keluarga di Indonesia mensubstitusi beras dengan umbi-umbian maka kita sebenarnya sudah tidak perlu lagi impor beras dan berarti swasembada.

Jenis umbi-umbian yang ada di Indonesia (diambil dari majalah Noor):

SINGKONG
Singkong dikenal ada 2 macam, yaitu singkong kuning dan singkong putih. Singkong kuning atau kita menyebutnya singkong mentega, singkong ini mempunyai sifat pada saat dimasak adalah mempunyai tekstur yang pulen, dan cenderung lembut layaknya mentega. Untuk singkong putih, singkong ini cocok untuk keripik, karena teksturnya lebih padat dan keras.

UBI
Ubi dibagi menjadi 4 macam, ubi putih, ubi merah, ubi ungu dan ubi madu. Ubi putih mempunyai tekstur yang rapuh, namun rasanya lebih manis daripada ubi merah. Ubi ini cocok untuk digoreng ataupun kolak.
Ubi merah sangat cocok untuk kolak dan biji salak, karena rasanya yang tidak terlalu manis, maka ubi ini memang tidak terlalu cocok untuk berdiri sendiri. Jadi perlu diberi perasa manis.
Ubi Jepang yang mempunyai kulit berwarna ungu merupakan ubi yang paling manis. Ubi ini bila direbus sangat enak dimakan begitu saja. Namun orang Jepang kadang mengolahnya dengan membuat cake, es krim juga pudding.
Ubi madu, biasa dikenal dengan nama ubi Cilembu. Ubi ini memang khas, karena mempunyai aroma mirip dengan madu, sangat harum dan memunyai tekstur yang lembut. Ubi ini sangat cocok bila diolah dengan dipanggang di dalam oven atau dibakar di dalam bara api. Ubi ini tidak cocok untuk digoreng, karena kandungan gulanya yang tinggi membuat ubi ini sangat mudah “gosong”, dan juga tidak cocok untuk direbus, karena aroma dari “madu” nya akan berkurang, bahkan hilang.

TALAS
Talas yang dikenal di pasaran ada 2 macam. Yaitu talas putih yang dikenal dengan talas Bogor dan talas ungu yang dikenal dengan nama Bentul atau talas Pontianak. Perbedaannya adalah talas Bogor lebih masir sedangkan talas Pontianak lebih pulen dan beraroma khas dan wangi.

KENTANG
Kentang di pasaran memang banyak jenisnya, seperti kentang tess yaitu kentang yang sangat masir dan pulen, cocok untuk kroket, kentang pure (mashed potato), pastel kentang ataupun pudding kentang. Dan kentang yang lebih legit cenderung lengket, biasa dikenal dengan nama kentang siomay.

Kenapa sih kita perlu swasembada beras? Beras impor bukan saja berarti negara kita tidak mampu berdikari sendiri, tetapi beras impor memerlukan rantai transportasi yang lebih panjang sehingga secara lingkungan pun tidak baik. Dengan swasembada pun harga beras bisa lebih stabil dan baik untuk petani sehingga memakmurkan rakyat juga.

Ayo kita coba umbi-umbian. Umbi Madu Cilembu sekarang banyak dijual di Carrefour juga sehingga terjangkau oleh semua orang. Kalau anda memiliki resep yang menarik, di share juga untuk pembaca lainnya. Mudah2an dengan resep yang semakin kreatif juga bisa menarik orang untuk menyukai umbi.

Iklan

Entry filed under: Manifesto Hijau.

Tempat penitipan/parkir motor dan sepeda di perumahan Tips: Cara menghilangkan bekas stiker/label tanpa bahan kimia

17 Komentar Add your own

  • 1. Hardjono  |  26 Maret, 2008 pukul 03:37

    Michael,
    This is an admirable posting. I think you have touched on a number of issues. Ada dua poin yang menarik disini:
    (a) Jumlah anak (ie. program KB)
    (b) Luas tanah untuk bercocok-tanam.

    Dengan luas tanah 1Ha, mungkin tidak bijaksana memilik anak 5. Dengan tanah yang kerkurang (ex. dijual lalu dibangun rumah), sulit untuk menanam apapun.

    Salam kenal.
    [TH]

  • 2. gagahput3ra  |  26 Maret, 2008 pukul 07:07

    Masalahnya untuk sebagian banyak rakyat Indonesia, makan singkong untuk ganti beras itu masih memalukan. 😦

    Gak tahu kenapa…..

  • 3. frida  |  27 Maret, 2008 pukul 09:56

    Lebih baik lagi kalau dicantumkan perbandingan gizi beras dengan kelima sumber karbohidrat tersebut.

    Saya masih ingat waktu SD belajar bahwa makanan pokok orang Maluku adalah sagu. Singkong pun termasuk makanan pokok di beberapa daerah. Apakah sekarang masih demikian? Kenapa ketergantungan kita pada beras seakan menenggelamkan fakta bahwa orang Indonesia ada juga yg mengkonsumsi sagu dan singkong sebagai staple food?

  • 4. Adji Wigjoteruna  |  27 Maret, 2008 pukul 22:16

    Ya, saya setuju dengan pandangan frida. Teman saya yang sering keliling ke luar Jawa bilang banyak daerah, dulu, ya dulu, makanan pokoknya bukan beras. Tetapi kebijakan ‘Bapak’ kita selama puluhan tahun yang mengidolakan beras sebagai makanan utama telah menyebabkan mayoritas rakyat menjadi ‘tergantung’ sama beras.

    Gagasan mengurangi kecanduan ‘perut’ kita pada beras sangat bagus dan setahu saya sdh mulai bergulir walaupun msh terseok-seok, dan pasti butuh waktu.

    Karena proses ‘berasisasi’ sdh berlangsung lama, maka paling tidak perlu waktu yg relatif sama untuk mengubahnya. Itupun kalo dilakukan dengan intensitas yang kurang lebih sama juga.

    Satu fakta kecil yang saya hadapi [dan juga beberapa teman yg saya kenal], rasanya ‘tersiksa sekali perut’ ini kalau makan tanpa nasi. Mau sih mau, apa daya ‘kepala ini’ suka kasihan sama perut. 🙂

    Tapi anak-anak saya, sdh tidak terlalu tergantung sama beras, tapi sayangnya juga ga suka hampir semua umbi2an, kecuali kentang, mungkin …

    Walaaah, piye to iki mas …?I

  • 5. rissa  |  3 April, 2008 pukul 09:49

    tapi kalu makan umbi-umbian terus kan bosen juga? perutnya khan ga biasa gitu,,, 😀 ah bingung..

  • 6. Alat Mesin Pertanian  |  28 Juli, 2008 pukul 16:23

    Numpang berpendapat. Saya kira yang seharusnya dilakukan adalah dengan melakukan peningkatan kembali produksi pertanian kita.
    Saya kira dengan adanya program dana yang langsung dikelola kelompok petani saat ini juga lumayan bagus. Karena petani setempat paling mengerti kebutuhannya.

    Salam Kenal http://www.situsmesin.com

  • 7. c.A  |  22 September, 2008 pukul 11:14

    HAhahaH…
    bGuzZ…
    eMh,,
    bTw, aQ mw jdi ubi ungu z d…
    biz_na byaCa_na QU d’ pn6GL ubi..
    N’ kbetuLan jGa aQ cka wRna ungu…^.^v

  • 8. aulia  |  20 Januari, 2009 pukul 12:24

    bisa nggak aku dapetin info tentangn ubi jepang or ubi ungu perlu baget nichh, tolong dong!!!

  • 9. ratna imut  |  6 Maret, 2009 pukul 21:14

    whehe. . . . baguz ouwgg!!!! (meski gak ngerti ) tambah artikel yang bermanfaat ya?!

  • 10. baharun  |  4 Juni, 2009 pukul 08:49

    saya ingin tahu dimana mendapatkan bibit talas bentul

  • 11. Tutut indah  |  2 Desember, 2009 pukul 03:01

    Ya saya jg mw info dimana bs ngedapet ubi jepang, answer ya,pls

  • 12. heilda  |  20 Desember, 2009 pukul 21:35

    good ! ! mulailah menyukai makanan dari bahan pangan lokal yang asli indonesia. mulailah dari diri sendiri dan keluarga kita.

  • 13. Epy  |  4 Januari, 2010 pukul 16:24

    Aq ingn tx nich pengertian umbi apa ya?

  • 14. eulis  |  9 Februari, 2010 pukul 20:13

    setuju pisan. saya jg mulai produksi brownis dari tepung ganyong,enak jg.gak bikin malu. coba deh.

  • 15. YAnti  |  27 Agustus, 2010 pukul 11:55

    Saya setuju sekali, nanti kalau saya sudah berkeluarga akan saya terapkan. karena manfaat umbi lbh bagus dr beras.. cuma org Indonesia gengsi makan umbi,

  • 16. Debbie Irawan  |  15 September, 2010 pukul 19:58

    dimana saya bisa mendapatkan bibit ubi ungu ?

  • 17. toko herbal online  |  30 September, 2014 pukul 11:38

    kalo ubi yang hampir kekuningan itu namanya ubi apa gan?
    terimakasih 😉

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


Agenda

Archives

RSS Bisnishijau.Org

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

Kampanye Hijau











Statistik Pengunjung

  • 2.465.754 Pengunjung

Statistik

Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

Bergabung dengan 318 pelanggan lain

%d blogger menyukai ini: