Menanam Sepeda, Menghijaukan Jakarta
3 Mei, 2007 at 11:10 2 komentar
Disadur dari milis b2w-Indonesia
Posted by:”Si Bule” novizal_sg
Tue May 1, 2007 7:33 pm (PST)
Beruntung kata “hijau” dalam bahasa Indonesia ada tiga arti: (1)
warnanya hijau; (2) ramah lingkungan; (3) banyak uang!! (perhatian:
arti ‘hijau’ jauh berbeda dengan kamus besar bahasa Indonesia punya
Pak WJS Poerwodarminto)
Nah saya mau sedikit memoles opini atas arti yang kedua dan ketiga
yang dipadu-padankan dengan alat transportasi sepeda dan sedikit
gelitik untuk para pejabat untuk mengusahakan jalur sepeda.
Lebih tegasnya, apa sih yang bisa diperoleh buat para penghuni
jabodetabek, para pe-bisnis dan juga para pejabat dalam memajukan
persepedaan di tanah air – khususnya membuat jalur sepeda di Jakarta.
1. Lingkungan Hidup
Berkurangnya Polusi Udara. Sudah sangat jelas bahwa moda transportasi
sepeda tidak menghasilkan gas-gas beracun berbahaya yang mengakibatkan
polusi udara. Loh, memangnya ada hasil buangan naik sepeda? Kata siapa
naik sepeda tidak mempunyai `buangan’ udara yang merugikan. Lah ya
wong tiap kali bernafas kita mengeluarkan gas CO juga kok, plus
(mungkin) “bau-bau”an tubuh yang lain. Dengan jumlah yang signifikan,
gas CO ini bisa membuat manusia hilang kedigdayaannya di dunia yang
fana ini. Tapi jumlah signifikan ini tidak serta merta tercapai dalam
waktu singkat kecuali muka kita ditutupin sama kantong plastik, nah
itupun ada 2 kemungkinan, mati keracunan gas CO yang dibuang sama
nafas kita sendiri, atau mati keracunan sama bau jengkol sisa makan siang.
Kondisi ini berbeda dengan hasil buangan kendaraan bermotor yang
langsung memberikan polusi pada udara sekitarnya dalam waktu dan tempo
yang sesingkat-singkat di Jakarta. Berdasarkan data yang ada, 60-70
persen polusi udara dipersembahkan tanpa malu-malu oleh kendaraan
bermotor. Selain carbon monosida (CO), timbal, hidrokarbon, sulfur
dioksida, dan nitrogen oksida, masih banyak zat-zat berbahaya lainnya
yang seharusnya tidak terhirup oleh manusia.
Nggak perlu deh pake alat penghitung polusi untuk melihat tingkat
polusi yang dihasilkan, lihat aja ke muka kita masing-masing…
..
terutama kalau sedang dijalan, muka khan jadi kotornya ampun-ampun.
Kesian khan sama orang yang mukanya sudah pas-pasan, harus menerima
tambahan kotoran polusi lagi. Makanya boleh di cek lebih lanjut bahwa
jumlah orang-orang jomblo bertambah seiring dengan meningkatnya polusi
udara di Jakarta.
Berkurangnya Polusi Suara. Suara yang dihasilkan oleh sepeda sangat
jauh lebih kecil dibanding dengan raungan gas mobil atau motor,
apalagi raungan gila-gilaan yang dihasilkan mobil/motor hasil
modifikasi yang pemiliknya budi (budeg dikit). Suara-suara yang
ditimbulkan oleh sepeda hanyalah suara `kretek-kretek’ yang timbul
ketiga ganti gear sepeda, atau `krrriiikkk- krriikkkk – krriiikkk’
yang berasal dari sepeda yang tak terurus (dan banyak karatnya) atau
yang paling keras adalah suara
`klining-klining-gedubrak-aadddooouuuhhh’ yang sesekali dihasilkan
oleh pengendara sepeda yang matanya meleng tidak melihat lubang
didepannya. Selebihnya adalah suara-suara dengusan napas ketika
melewati tanjakan atau senyuman kegirangan ketika mendapat jalan
menurun (eh senyuman itu gak ada suaranya khan yaaa).
Bisa anda bandingkan dengan suara gas mobil atau motor yang memekakkan
telinga. Tentunya akan lebih terasa apabila anda berdiri dijalan yang
penuh dengan kendaraan yang mengalami kemacetan, ataupun di sekitar
lampu merah. Tapi orang gila manakah yang mau berdiri ditengah
kemacetan untuk sekedar mendengarkan suara mobil atau motor?
Hasilnya:
Akibat dari berkurangnya polusi udara maupun suara, maka lingkungan
hidup di Jakarta akan meningkat kualitasnya. Anak-anak balita tidak
lagi dihantui oleh penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kualitas
udara yang jelek seperti kanker paru-paru, asma bahkan autisme yang
konon disebabkan oleh banyak gas buang yang dihirup oleh ibu hamil.
Udara pastinya lebih bersih dan telinga lebih nyaman mendengar ceracau
burung di pohon, ataupun paling tidak hanya teriakan tetangga sedang
menceramahi anaknya.
2. Transportasi
Moda Transportasi Umum. Mengikuti jejak moda transportasi umum di
Bogota, pemerintah daerah kita bersibuk-sibuk menyiapkan sarana busway
yang siap dalam hitungan beberapa bulan saja. Anehnya, kondisi
transportasi di Bogota yang nyaman tersebut tidak hanya disebabkan
oleh adanya transportasi umum massal saja, tetapi hal itu juga
tercapai berkat dikembangkannya sistem transportasi jalan yang ramah
lingkungan, murah dan yang terpenting memiliki fungsionalitas yang
tinggi. Bogota mengembangkan mengutamakan jalur transportasi umum
massal, jalur pejalan kaki (pedestrian) dan jalur sepeda dengan
`menyingkirkan’ kendaraaan pribadi dengan menyediakan sedikit sarana
untuk kendaraan pribadi.
Sangat disayangkan, Jakarta yang saat ini sedang mengadopsi sistem
tersebut ternyata hanya mencontek jalur transportasi umum massal saja.
Jalur pedestrian maupun jalur sepeda ditinggalkan begitu saja dengan
berbagai macam alasan. Lebih disayangkan lagi alasan-alasan tersebut
dibuat tanpa menunjukkan tingkat kecerdasan yang mumpuni untuk seorang
pejabat pemerintah. Padahal dengan sedikitnya sarana transportasi umum
massal, sepeda dapat menunjang semua hal ini. Toh, tujuan mengurangi
kemacetan dan polusi dapat teratasi dengan teratasi dengan menggunakan
sepeda alih-alih menggunakan sepeda motor. Tanya kenapa?
Moda Transportasi Pribadi. Dengan membuat jalur sepeda dan jalur
pedestrian tentunya meningkatkan `keberanian’ penduduk Jakarta untuk
menggunakan sepeda maupun berjalan kaki. Ya, sudah bukan rahasia lagi,
berjalan maupun naik sepeda di Jakarta memerlukan keberanian ekstra,
karena sudah tidak dianggap lagi oleh pengendara mobil maupun motor.
Tentu saja, hal ini juga akan menggelitik para pengendara sepeda motor
maupun mobil untuk `ikutan’ naik sepeda. Dari hasil dengar-dengar dan
pembicaraan dengan beberapa pengendara sepeda motor ataupun mobil,
mereka sangat antusias untuk ikut bersepeda, tetapi kendala keberanian
dan kenyamanan selalu menjadi yang utama. Kalau saja ada jalur sepeda,
hanya tinggal menunggu waktu (hiii syeremmm), para pengendara ini
beralih menunggangi sepeda.
Hasilnya:
Sepeda menjadi kendaraan pribadi yang mendominasi di jalanan, tidak
menimbulkan kemacetan dan mempermudah pengaturan sarana transportasi
umum maupun transportasi pribadi.
Pembuatan jalur sepeda yang bagus, tentunya merupakan `proyek besar’
di bidang transportasi yang dapat dinikmati siapa saja, termasuk para
pejabat dan jajarannya, heheheh. Belum lagi penyediaan sarana
persepedaan lainnya serta rambu-rambu baru khusus untuk sepeda. Ini
bakalan jadi mega proyek yang menyenangkan bukan.
3. Makro Ekonomi
Ini katanya kendala nomor unggulan agar para pejabat mau menengok
sarana transportasi sepeda sebagai salah satu sarana utama di Jakarta.
Kata siapa roda ekonomi akan berjalan menjadi lebih lambat apabila
menggunakan sepeda? Coba saja tengok perbandingan ketepatan waktu
mengendarai mobil dan sepeda motor di Jakarta dengan mengendarai
sepeda. Waktu-nya tidak terpaut jauh memang kalau jalanan sedang
lancar, yaaahhh, masih lebih cepat sepeda 20-30 menitan laah untuk
jarak 20 km.
Tapi coba dengan kondisi jalan yang macet dan hujan deras. Waktu
tempuh menjadi sangat jauh berbeda. Banyak transaksi bisnis menjadi
tertunda atau malah batal karena kondisi ini, percaya deh, saya sudah
mengalaminya.
Pengukuran waktu yang mungkin dapat dibayangkan sebagai berikut:
ketika pengendara mobil masih duduk bengong bertanya kapan menginjak
gas lagi, sang pengendara sepeda sudah berhasil membeli sarapan pagi
(dan memakannya), mandi, ganti pakaian serta membalas sekitar 10-20
email bisnis yang masuk. Pulangnya, ketika sang pengendara mobil sibuk
memikirkan lewat jalan mana yang tidak macet, sang pengendara sepeda
sudah sampai dirumah dan menyapa anak istrinya dengan riang.
Penyakit kota besarpun banyak di idap oleh para pengendara motor
ataupun mobil, stress dan mudah marah, yang dihasilkan dari kemacetan
jalan dan kurangnya istirahat. Dampak langsungnya: sulit konsentrasi
untuk bekerja, efisiensi berkurang, dan waktu kerja dikantor tentu
saja berkurang karena habis dijalan. Kalau saya jadi pengusaha, saya
akan memilih karyawan yang sehat, efisien kerjanya, dan tidak
menghabiskan uang perusahaan (untuk berobat dan menyediakan mobil
kantor), heheh.
Hasilnya:
Suatu bisnis berjalan dengan lebih baik apabila dilakukan dengan benar
dan tepat waktu. Secara makro ekonomi, apabila kondisi bisnis atau
usaha di suatu daerah meningkat, maka secara makro akan mempengaruhi
kondisi ekonomi di daerah tersebut. Makanya, dengan kondisi yang
dihasilkan dari bersepeda, justru meningkatkan ekonomi makro kota
Jakarta. Kalau sudah begini, jalur sepeda mustinya jadi prioritas utama.
Meningkatnya ekonomi makro juga (semestinya) sejalan dengan
meningkatnya pendapatan daerah dan pajak daerah. Pembicaraan di bidang
pendapatan daerah dan pajak tentunya bisa `menghijaukan’ mata para
pejabat untuk menghitung ulang untung ruginya menyediakan jalur sepeda
di Jakarta. Lah khan katanya setiap pemda saling bersaing untuk
meningkatkan pendapatan daerahnya.
4. Mikro Ekonomi
Bukan kalangan pengusaha bisnis kelas atas saja yang menikmati dampak
dari bersepeda. Kalangan pengusaha kecil-pun menikmatinya. Menurut
teman ibu saya yang keturunan Cina yang berdagang barang dan servis
elektronik; “lu lebih baik untung kecil tapi uang cepat berputar,
daripada lu orang untung besar tapi jarang transaksi”.
Artinya kecepatan transaksi lebih penting dari besarnya jumlah
transaksi. Nah berbicara tentang kecepatan, tentu saja termasuk
kecepatan untuk merespon transaksi dan bertransaksi itu sendiri, yang
di-ejawantahkan (duileeee susyah banget bahasanya yaaakk) dengan
kecepatan sarana transportasi yang digunakan.
Di Jakarta yang super duper macet ini, hanya ada satu kendaraan yang
bisa lebih cepat dari sepeda, yaitu sepeda motor (maaf busway memang
transportasi massal, tapi blom bisa digolongkan transportasi cepat).
Tapi apakah kita akan terus menggunakan sepeda motor dan mengakibatkan
kemacetan dan polusi yang semakin menjadi-jadi? Coba di pikir lagi dehh.
Hasilnya:
Kalau kecepatan bertransaksi sudah diperoleh oleh pengusaha-pengusaha
kecil ini, tentu saja secara mikro, penghasilan mereka sehari-hari
akan semakin bertambah. Nah meningkatnya pengusaha kecil tentu saja
menambah lagi jumlah wajib pajak donks. Lagi-lagi peningkatan
pendapatan dan pajak daerah.
Hhhmm….. pengen daftar jadi pegawai pemerintah deeehh.
Sebenernya sih , masih banyak bidang-bidang yang terkena imbas positif
dari mendayagunakan sepeda sebagai sarana transportasi, contoh bidang
kesehatan ataupun pariwisata. Semoga penjabaran pendapat tentang
penghijauan dan `penghijauan’ Jakarta diatas dapat membuat semua orang
– mulai dari penduduk, pengusaha, sampai para pejabat – mengkalkulasi
ulang untung-ruginya menanam sepeda untuk menghijaukan Jakarta
tercinta ini. Merdekaaahhh!!
catatan: mohon dimaafkan apabila ada kesalahan terminologi ekonomi,
soalnya bukan pakar ekonomi sih.
/bule:.
Entry filed under: Hemat Di Jalan, Manifesto Hijau.
2 Komentar Add your own
Tinggalkan Balasan
Trackback this post | Subscribe to the comments via RSS Feed
1. dee | 11 Mei, 2007 pukul 10:09
Seru banget ya..klo kita bisa menggalakkan lagi kegiatan bersepeda. Pengen sih naik sepeda ke kampus tapi ko masih rada minder ya??Abis smuanya dah pake kendaraaan bermesin. Jadi ngebayangin ko berangkat ke kampus bareng temen2 pasti asyik. sambil naik sepeda kita bisa ngobrol n balapan.
2. SsSsSsS | 13 September, 2007 pukul 16:53
Bagus banget bos, Anda concern banget ya tentang Menghemat energi (Saluute). Tapi gimana merubah budaya masyarakat yang menganggap naik sepeda lebih “keren” daripada naik “mobil”? dan stereotype bahwa kemudi yang “bulet” lebih gampang nyari pacar daripada kemudi yang “lurus”? N 1 lagi Bos Pemerintah harus menyediakan jalur khusus buat sepeda, menjamin keamanan ketika menggunakan sepeda dan menaikkan harga pajak kendaraan bermotor. Kok Saya kurang Optimis ya pada pemerintah, mereka yang “pinter-pinter” di pemerintahan hanya binggung dengan PILKADA. hehehehe. Mungkin kalo bos ikut mencalonkan diri jadi Presiden, Saya pasti tidak jadi GOLPUT lagi waktu pemilu. Hahaha.
Kita HEMAT ENERGY sebisa kita. (Sampai2 nulis juga hemat). Hidup INDONESIA.