Budaya Aji Mumpung
30 November, 2009 at 18:14 4 komentar
Saat anda mengambil saus sambal di restoran siap saji sebanyak-banyaknya, saat anda buang-buang air saat numpang di rumah saudara, atau saat anda tidak mematikan lampu hotel karena merasa bayar, semua itu adalah budaya aji mumpung.
Budaya aji mumpung ini dapat di lihat dimana-mana dan kalau kita perhatikan, kita pun melakukan hal-hal itu. Budaya aji mumpung itu sangat menguras energi dan sumber daya yang seharusnya dapat di hemat. Contohnya adalah bila anda mengambil saus sambal terlalu banyak di restoran siap saji maka pasti saus yang tidak termakan dibuang begitu saja. Atau saat anda keluar dari kamar hotel dan tidak mematikan lampu dan AC dengan alasan termasuk dalam tarif penginapan, maka anda pun membuang energi percuma yang seharusnya dapat di hemat.
Coba saat anda pergi ke pesta dan ada banyak makanan, coba sana, coba sini, yang tidak habis ditinggalkan begitu saja. Berapa banyak bahan baku makanan yang terbuang, dimana masih banyak orang yang membutuhkan makanan. Rasanya miris melihatnya.
Bayangkan kalau semua orang melakukan hal-hal yang aji mumpung di mana-mana, mungkin tingkat ketidak-efisienan secara nasional akan sangat besar. Berapa banyak orang yang kalau mandi shower dengan air panas di hotel berlama-lama karena merasa enak, padahal air bersih yang dibuang sangat banyak.
Bila kita selalu ingat akan lingkungan kita, maka kita harus melakukan segalanya seperti milik kita atau rumah kita sehingga tidak seenaknya saja. Selain itu kita harus mengajarkan kepada anak-anak kita untuk tidak melakukan budaya aji mumpung sejak kecil agar tidak menjadi kebiasaan.
Saya yakin bahwa kita bisa merubah kebiasaan kita dan bila kita jalankan bersama maka akan sungguh banyak penghematan energi dan sumber daya yang bisa didapatkan.
Ayo kita buang budaya aji mumpung. Mari kita selamatkan lingkungan mulai dari diri kita sendiri.
Entry filed under: Belajar Hijau, Manifesto Hijau.
4 Komentar Add your own
Tinggalkan Balasan
Trackback this post | Subscribe to the comments via RSS Feed
1. ardiasandhi | 26 Desember, 2009 pukul 20:02
Setuju sekali.
Saya pernah suatu hari ketika mengkampanyekan penggunaan kertas 2 sisi dibilang: kertas dibayarin kantor ini.
Saya hanya tersenyum dan berkata, bukan masalah siapa yang membayar, melainkan ini sumbangan terkecil kita untuk menyelamatkan hutan kita.
2. arsjad haikal semoga bukan orang jahat | 14 Januari, 2010 pukul 11:52
waduh… gimana ya… yah, hemat itu musti dibangun sejak dini… perlu semua orang tua mengajarkan kepada anaknya tentang itu… lagian kalo kita pake aji mumpung… apalagi ampe johir2an gitu… itumah norak namanya… jadi SEDERHANA ajalah, gitu kan kata bang Kaka…
3. uniqueplano | 22 Januari, 2010 pukul 12:40
yups…. beginilah mental bangsa kita, disadari atau tidak kita harus meninggalkannya demi masa depan kita sendiri. Mulailah dari hal2 kecil, dari lingkungan terdekat kita, ajarilah anak2, adik2 dan saudara2 kita bagaimana hidup yg seimbang, selaras dan serasi dengan alam. Alam tidak pernah berlaku boros, semuanya berlansung dengan efisien. Kitalah sebenarnya yang merusak alam, menganggu keseimbangan yang telah berlangsung sejak jaman nenek moyang kita. Walaupun sebenarnya jika disadari, budaya berbuat boros merupakan ciri khas manusia yang mebedakannya dengan hewan. Hewan hanya mengambil dan memakan apa yg diperlukannya dan berhenti sampai mereka kenyang, namun sudah sifat alami manusia yang tidak pernah puas dan rakus. Jadi marilah kita ubah itu dari sekarang.
Salam
Uniqe belum tentu berbeda
4. herupra | 27 Juni, 2010 pukul 01:20
yap…seperti itulah kira-kira