Atap Hijau di Belantara Beton Kota
7 Oktober, 2007 at 18:43 41 komentar
Diambil dari Kompas, 7 Oktober 2007
Oleh: Evawani Ellisa, Pengajar di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Gambar diatas adalah sebuah mal bernama Namba Park yang terletak di kota Osaka
Di kawasan kota yang telanjur padat, memperoleh lahan terbuka bukanlah soal mudah. DKI Jakarta dengan lahan seluas 66.126 hektar dan ruang hijau 9 persen atau 5.951 hektar, perlu membebaskan sekitar 13.000 hektar lahan bila ingin memenuhi patokan lazim 30 persen lahan terbuka hijau.
Jepang juga menghadapi persoalan sama. Sejak abad ke-17, sifat land hungry (lapar lahan) dalam praktik mengonsumsi lahan perkotaan telah menyebabkan tampilan kota di Jepang tak jauh berbeda dari kota besar Asia lainnya.
Karena lahan perkotaan telah telanjur disesaki bangunan, maka sasaran perolehan sel-sel hijau daun beralih pada hamparan atap datar gedung-gedung yang justru lebih banyak dibanjiri cahaya matahari. Sebenarnya gerakan atap hijau telah muncul di Jepang sejak awal abad ke-20 melalui konsep eco-roof, tetapi sifat pengembangannya masih ekstensif. Atap hijau jenis ini ditandai struktur atap beton konvensional dengan biaya dan perawatan taman relatif murah karena penghijauan atap hanya mengandalkan tanaman perdu dengan lapisan tanah tipis.
Gambar diatas adalah sebuah gedung dengan green roof yang sangat intensif dengan 35.000 pohon dari 76 jenis
Ketika Jepang semakin ketat menjaga lingkungan melalui pemberlakuan berbagai tolok ukur bangunan ramah lingkungan, para perancang mulai berpacu mencari solusi cerdas dalam memanfaatkan bidang datar atap bangunan. Salah satunya adalah intensifikasi taman atap, atau upaya memadukan sistem bangunan dengan sistem penghijauan atap sehingga dapat diciptakan taman melayang (sky garden). Berbeda dengan atap hijau ekstensif yang hanya menghasilkan taman pasif, atap hijau intensif dapat berperan sebagai taman aktif sebagaimana taman di darat.
Dengan lapisan tanah mencapai kedalaman hingga dua meter, atap hijau intensif mensyaratkan struktur bangunan khusus dan perawatan tanaman cukup rumit. Jenis tanaman tidak hanya sebatas tanaman perdu, tetapi juga pohon besar sehingga mampu menghadirkan satu kesatuan ekosistem.
Kerja sama
Rancangan, perwujudan, dan pengelolaan atap hijau intensif membutuhkan kerja sama dan keterlibatan bukan hanya kalangan arsitek, ahli pertamanan, sipil, mesin dan listrik, tetapi juga ahli lingkungan, biologi, pertanian, dan kesehatan. Inilah salah satu bentuk penerapan prinsip arsitektur berkelanjutan yang diformulasikan Richart J Dietrich, pendiri pusat riset Baubiologie (biologi bangunan) dan Biooekologi (ekologi bangunan) di Jerman. Ia menyebut arsitektur masa depan sebagai hasil rekayasa super-system yang ditandai kompromi selaras antara ranah teknologi dan ranah alam melalui pendekatan perancangan multidisiplin.
Walaupun investasi yang dibutuhkan untuk membuat atap hijau cukup tinggi, bukan berarti upaya peduli lingkungan ini bertentangan dengan semangat mengejar keuntungan ekonomi, terbukti kini banyak fasilitas komersial yang menerapkan konsep atap hijau intensif. Salah satu di antaranya adalah Namba Park, sebuah mal gaya hidup di pusat kota Osaka.
Jerde Partnership merancang Namba Park sebagai mal bertema gurun yang dipadu atap hijau berlapis-lapis menyerupai lahan terasering. Namba Park memiliki taman atap seluas 8.000 meter persegi dengan 40.000 tanaman, termasuk 35 jenis tanaman pohon dan 200 jenis tanaman bunga.
Sistem irigasi atap hijau Namba Park menggunakan teknik penyiraman sprinkle yang diadopsi dari metode tradisional pendinginan jalan di Jepang, yaitu air hujan yang mengalir melalui jalan ditampung di bawah perkerasan jalan untuk kemudian ditapis kembali ke permukaan jalan dengan sistem kapiler. Hasil penelitian menunjukkan, selama proses evaporasi suhu permukaan atap hijau dapat ditekan hingga 25° Celsius lebih rendah dibandingkan dengan permukaan aspal.
Atap hijau kompleks Namba Park terbukti mampu mengurangi dampak panas akibat kegiatan di dalam bangunan maupun panas yang dihantarkan sosok bangunan. Hasil pengukuran suhu yang dilakukan perusahaan Obayashi selama tiga hari pada musim panas Agustus 2003 menunjukkan, rata-rata suhu atap hijau mencapai 17° Celsius lebih rendah dibandingkan dengan atap parkir di dekat Namba Park. Sedangkan panas yang ditransmisikan atap hijau ke dalam bangunan hanya mencapai sepersepuluh dari transmisi panas atap beton konvensional.
Diikuti
Menyadari banyaknya keuntungan dari atap hijau, Mori Building Company menerapkan cara yang sama terhadap salah satu kompleks superblok Roppongi Hills di Tokyo. Di atap kompleks Keyakizaka yang sekujur sosoknya dibalut kaca, perancang lanskap Yohji Sasaki merancang sawah mini dan kebun sayuran seluas 1.300 meter persegi. Di areal sawah dengan ketinggian 43 meter di atas tanah ini, para anggota Roppongi Hills Gardening Club dapat menyalurkan kerinduan dan keingintahuan mereka tentang cara bercocok tanam padi dan sayuran. Motto mereka dalam mengelola atap hijau adalah: “Hijaukan Roppongi Hills dengan Kedua Tangan Kita Sendiri”.
Atap hijau dengan konsep kebun percobaan juga ada di kompleks Sio-Site, kawasan peremajaan bekas pelabuhan di Tokyo yang didominasi 15 gedung pencakar langit. Sedangkan Hiroshi Hara menampilkan atap hijau sky way pada ketinggian 50 meter sebagai klimaks kompleks mixed use Stasiun Kyoto. Dari balik dinding pengaman transparan di sekeliling atap hijau Stasiun Kyoto, pengunjung dapat menikmati panorama kota tua Kyoto hingga ke batas cakrawalanya. Inilah sensasi taman melayang yang tidak dapat ditemukan pada taman di darat.
Manfaat atap hijau bukan hanya sebatas peningkatan nilai estetika dan penghematan energi, pengurangan gas rumah kaca, peningkatan kesehatan, pemanfaatan air hujan, serta penurunan insulasi panas, suara dan getaran, tetapi juga penyediaan wahana titik temu arsitektur dengan jaringan biotop lokal. Perannya sebagai “batu loncatan” menjembatani bangunan dengan habitat alam yang lebih luas seperti taman kota atau area hijau kota lainnya.
Fakta di atas dibuktikan melalui penelitian terhadap Next 21-Osaka, apartemen milik perusahaan Osaka Gas yang bangunan sekaligus penghuninya dijadikan obyek uji coba bangunan hemat energi. Persemaian biji-bijian yang dibawa 19 spesies burung pengunjung rutin atap hijau Next 21 dalam kurun waktu 15 tahun telah menghasilkan jaringan biotop lokal dengan 140 jenis tanaman dan pohon. Temuan ini lebih mengukuhkan peran atap hijau bukan hanya sebagai magnet baru bagi warga urban, tetapi juga sebagai media penarik kembali habitat flora fauna yang selama ini sempat tergusur kelabunya belantara beton kota.
Entry filed under: Berita Lingkungan, Berita Lingkungan Global, Berita Lingkungan Lokal. Tags: Solusi Banjir.
41 Komentar Add your own
Tinggalkan Balasan
Trackback this post | Subscribe to the comments via RSS Feed
1. agus | 23 Oktober, 2007 pukul 21:01
keren! ayo jangan kalah indonesia (maksudnya dalam konservasinya), bukan dalam hal ngabisin lahan hijaunya 😀
2. rika | 24 Oktober, 2007 pukul 20:04
ih…bagus ya ^^ seru juga kalo bisa diterapin sistem kaya gini di atas rumah kita
3. dodolipet | 24 Oktober, 2007 pukul 23:20
Rika, untuk di atas rumah bisa sekali!
Paling gampang bisa memakai pot-pot tanaman bila lahan atap hanya sedikit. Efek dari pot tersebut juga sama, yaitu meresap air sehingga tidak langsung terbuang ke jalan.
Bila memiliki atap dengan dak, atau berencana membuat atap hijau, disarankan memiliki saluran air yang baik sehingga air tidak menggenang. dan terganting pondasi yang ada di rumah bisa dibuat atap hijau dengan rumput-rumputan sehingga tidak terlalu berat atau dengan tanah yang lebih dalam untuk tanaman yang lebih besar.
Intinya semua bisa dilakukan asalkan mau. Dengan atap hijau, maka atap kita jadi lebih tanah lama, dan ruangan di bawahnya jauh lebih adem karena matahari sudah ditangkis oleh tanaman dan adanya lapisan tanah.
4. nunuk | 26 Oktober, 2007 pukul 14:13
membangun kesadaran tentanglingkungan yang seimbang perlusecara terus menerus disosialisasikan dan harus dimulai dari lingkungan yangpaling kecil dan generasi2 awal dan pendikan paling awal. mari kita melakukan di lingkungan kita masing2. sungguh menakutkan kalau udara di sekitar kita telah mencapai 37 derajat c akhir2 ini
5. satria | 30 Oktober, 2007 pukul 10:30
data-data valid yang lengkap keuntungan ekonomi namba park dari sistem atap hijau ini, dan sistem irigasinya bisa diliat di situs apa ya?
6. dodolipet | 30 Oktober, 2007 pukul 10:45
Sori pak satria, artikel ini saya hanya sadur langsung dari Kompas. Mungkin anda bisa hubungi langsung ibu Evawani Ellisa, pengajar di UI yang membuat artikel ini. thx.
7. Elisa Sutanudjaja | 8 November, 2007 pukul 23:04
Untuk Pak Satria: Namba Park dan Roppongi Hills masing2 bisa dilihat di situs Jerde di http://www.jerde.com
Sedangkan untuk 2 image yang lain (yang tidak disebut dalam artikel) yaitu Fukuoka Prefecture International Hall oleh Emilio Ambasz.
Penjelasan langsung tentang Fukuoka dapat diperoleh di artikel saya yang dimuat di Kompas (http://www.kompas.com/kompas-cetak/0510/16/desain/2121213.htm atau http://architectureurban.blogspot.com/2007/11/jakarta-hijau-sebuah-utopia.html)
8. dodolipet | 10 November, 2007 pukul 12:11
Terima kasih Elisa untuk infonya.
9. dian_vasthu00@yahoo.com | 20 November, 2007 pukul 05:19
kami merekomendasikan atap yang berupa dag (bahkan atap miring juga bisa) untuk dijadikan taman atau roof garden, selain mengurangi beban panas, AC lebih hemat, listrik jadi hemat, ini juga sangat efektif untuk menjaga pupolasi burung (seperti kasus di jepang). selain itu atap akan menjadi “ruang” tambahan bagi yang kekurangan lahan. mampu mengurangi panas pada lingkungan, menambah oksigen, penyejuk secara visual. banyak cara sederhana untuk bisa diaplikasikan dalam membuat taman atap ataatau roof garden
deeSIGN studio arsitektur
10. dodolipet | 20 November, 2007 pukul 21:06
kalo gitu dian bisa bantu teman-teman yang mau merenovasi rumahnya jadi pakai roof garden dong yah. tx.
11. fadly | 28 November, 2007 pukul 13:21
wah menarik sekali nih .. suatu hari nanti saya pengen punya punya rumah kaya’ gitu
12. dika | 7 Desember, 2007 pukul 11:20
bagus banget ya bisa ada taman di atas atap. semoga hal ini bisa menjadi langkah awal bagi dunia untuk mengurangi efek rumah kaca.
ayo jangan mau kalah INDONESIA………………………..
CAYOOOOOOO!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
13. Abimanyu | 8 Desember, 2007 pukul 02:10
tapi pemilihan pohonnya juga gak bisa sembarangan… harus yang tahan terhadap angin… gak lucu kalo kejatuhan pohon yang jatuh dari lantai 4… he3… harus rajin2 dirawat… klo ada hujan badai, ranting pohon bisa patah dan jatuh… kalo mau aman ya di kasih sangkar baja plus kasa2nya…
saya malah punya ide untuk membuat sawah bertingkat… bisa gak ya???
14. ANDI NUR BAYANI | 10 Desember, 2007 pukul 16:22
keWEEN..!
gmana konstruksinya ya..
:p
15. DEK DHIE | 17 Desember, 2007 pukul 18:51
KEREN!
ide bgs tuh..
biar rmh” di kota besar,tp tetep fresh..
16. DEDE_WI | 2 Januari, 2008 pukul 10:31
wEItZ…..
KEREEEEEEEN BanGeT TUh….
Bisa Jdi Inspirasi Arsitek DuNiA UnTuK MeNGuRAnGi EFeK RuMaH KACa…
DUh JaDi PeNgen RanCanG rUmAh YanG KAyAk GTU Deh…
Seru KAlI YacH PAnJat PoHoN DiAtAp RuMAh…
^0^
17. lil bow wow | 9 Januari, 2008 pukul 12:58
g ada lahan bukan berarti g ada penghijauan kan???ni ada buktinya…kpn dong negara kita ??? jgn bsanya cma ngebabat hutan aja dong..
18. ardi | 15 Januari, 2008 pukul 09:13
Bagus sih!!! tapi hakikat lahan hijau dengan terbuka hijau jadi apa ya??? Apa masih pake Kepmendagri ottg ruang terbuka hijau ????
19. egi | 31 Januari, 2008 pukul 13:19
jadi inget sky gardennya kerajaan babylonia zaman hamurabi dulu….ternyata konsep ini dipakai lagi sekarang…sebenarnya banyak cara dan ide dalam usaha menyelamatkan bumi kita ini, namun masih bvanyak pula orang2 yang belum sadar sepenuhnya…
ayo indonesia..pasti bisa…jangan cuma bisa nyelenggarain UNFCC doank..tapi implementasi nyatanya tunjukkin…kita banyak kok sumber daya yang gak kalah sama orang jepang…asal ada niat dan usaha…pemerintah jangan cuma sebatas abstraksi saja..konkritkan…huhuhuhu
20. simpson | 11 Februari, 2008 pukul 10:54
oey…
sadar lah…
dunia makin panas tau…!!!!
Back 2 nature aj lah
21. purmana | 17 Februari, 2008 pukul 22:16
@ simpson
Back 2 nature… ???
Maksudnya apa sich ???
Aku sih rakyat biasa aja… cuma bisa nonton para orang2 pintar dan peduli lingkungan ribut2 soal bumi ini 😀
Tapi bukan berarti saya gak peduli lingkungan loh. Yah paling juga dengan buang sampah pada tempatnya (kalo emang disediain tempat sampah
)
Maaf buat admin. Ada artikel yang menjelaskan tentang larangan mencuci mobil di atas semen/bangunan tidak ??? Saya dengar sih di Australia sono ada larangannya….???
22. mona | 21 Februari, 2008 pukul 11:26
Menarik, jika bisa ada penjelasan lebih teknikal, bagaimana si buat taman atap yang atapnya kuat dan tidak bocor? masalah utamanya dari org yang mau buat taman atap ya takut atapnya bocor.
Trims sebelunya…
23. aryp | 16 Maret, 2008 pukul 10:57
saya sangat tertarik,
tapi saya mendapatkan sedikit kesulitan dalam memnemukan arsitek indonesia yang konsisten dengan konsep baru ini. mungkin anda dapat membantu saya.
24. putri | 16 Maret, 2008 pukul 21:43
waa ahirnya bisa juga nemuin artikel yang ngebahas lengkap ttg arsitektur hijau..kalo ada info2 lainnya tentang hal2 yang berbau arsitektur hijau apalagi tentang penerapannya terhadap bangunan biar bangunan kita lebih hijau, lebih hemat energi, lebih ramah terhadap lingkungan,dll..mohon bantuan & infonya yah di red_bloomz@yahoo.com soalnya perlu banget nih buat tugas akhir yang kebetulan bikin bangunan untuk terapi pengobatan yang temanya green architecture..
makasih semuanya…
25. Pras_vastu vidya | 26 Maret, 2008 pukul 07:15
Jdi pENgen bikin SAwah di Atas Atap….
Tpi GMn kEBo yg bUAt bjak SAwah na bsa naek KE atas y???:-S)))
26. tikamaniez | 1 April, 2008 pukul 20:50
Thank’s banget artikelnya. Kebetulan saya lagi butuh banget tentang pertanian atap di Jepang. Kenapa Indonesia nggak bisa kayak gitu??? Belum waktunya??? Atau kenapa??? Oh ya, sedikit saran dari saya, bagaimana kalau di beri tamabahan beberapa animasi, dan satu lagi dari say, mohon untuk kemuduhan pencarian data, LINk nya ditambah dengan penamaan yang lebih mudah. Untuk artikel ini bisa di beri nama TRUS (the rainwater utilization system) yang artinya sistem pemanfaatan air hujan. Mungkin saja link dengan nama tersebut bisa lebih mudah mencarinya. Terimakasih.
27. Syadianti | 4 April, 2008 pukul 10:38
wuh…keren…jdi bsa buat inspirasi desain tugas DA gw neh…
bisa ngurangin efek global warming jg neh…
bakal diterapin di tugas deh..hehe doain someday bsa buat jg yang kaya gni…
28. Ruts | 12 April, 2008 pukul 16:39
Bagus… saya tertarik kebetulan atap rumahku beratap beton…. tapi bagaimana konsep pembuatannya? dan bagaimana cara mencegah agar sampah yang berasal dari daun kering & tanah tidak menyumbat saluran airnya…. mohon petunjuk…
29. Ruts | 12 April, 2008 pukul 16:42
Dan juga lapisan apa agar akar tanaman tersebut tidak merusak lapisan beton yang mengakibatkan atap beton bocor
30. nIza | 22 April, 2008 pukul 14:30
Pengen banget deh, punya taman di atas atap. Kebetulan atap rumah sebagian besar di beton. Tapi ada ga ya langkah2 pembuatannya?
31. meiiy | 27 April, 2008 pukul 18:35
wahh,gw salut bgt sm ni blog,ngebantu gw bgt buat info2 tops nya…;p
btw, gw ijin yahh mau ngangkat topik di sini buat jadi karya tulis gw,,
yahh maksudnya buat referensi gt..
sbg generasi muda, Qt juga emg mesti gencar2 neh ngasih info2 gmn kondisi kritis bumi Qt saat ini,,cz kalo bkn Qt sp lagi?!!
btw salam kenal n salam hijau yahh,,;p
32. Lukita | 7 Mei, 2008 pukul 13:50
sangat, sangat tertarik dengan green roof!
kok ternyata banyak yang manfaatin untuk tugas akhir dan tugas-tugas lainnya ya?
hehe, saya jugaa…..kebetulan lagi nyusun feasibility study untuk aplikasi green roof di Indonesia, terutama kota Jakarta, dan menemukan link ini.
buat teman-teman yang punya informasi mengenai green roof, terutama penjelasan teknis mengenai material waterproofing dan regulasi tata kota di Jakarta, mohon drop an email to lemperut@yahoo.com
thankyou!
33. ^^ | 23 Agustus, 2008 pukul 14:17
cool man! hope i can be one of the architects who uses that concept… LOVE OUR WORLD!!!
34. Novita | 3 September, 2008 pukul 21:47
bagus banget memang idenya….
tapi Qlo diliat dari segi struktural gimana ya??
trus pelaksanaannya juga gimana ya kira-kira???
thx
35. ati | 21 November, 2008 pukul 09:31
Salam kenal Ibu..saya mahasiswi Teknik Pertanian IPB yang mengambil bagian Lingkungan Bangunan Pertanian(LBP)..saya sangat menyukai warna hijau..dan entah kenapa kesukaan akan warna hijau itu membuat saya selalu tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan atau bahkan hanya sekedar kata GREEN..saya baru mengetahui tentang greenroof sekitar 1 tahun ini dari dosen pembimbing saya..meskipun Beliau tidak konsen ke GREENROOF tapi Beliau banyak pengetahuan tentang Greenroof..sayang sekali tahun ini beliau harus melanjutkan studi S3 di Jepang sehingga saya sepertinya harus menunda keinginan sya untuk mengambil penelitian tentang greenroof..
sebelumnya maaf ya Bu..saya terkesan sedang curhat tapi ungkapan ini belum bisa menggambarkan betapa besar keinginan saya melihat Indonesia Hijau..
peluang besar yang saya lihat untuk mengembangkan greenroof di Indonesia..tapi saya tidak tahu harus mulai dari mana..saya pikir IBu sebagai orang yang sudah memiliki nama Besar sangat berpotensi untuk berkontribusi dalam pengembangan greenroof di Indonesia..disini saya hadir hanya untuk mendukung Ibu guna menghijaukan Indonesia…hopefully I can see Indonesia be the beautiful green country someday…Amiin
36. Evie | 26 Mei, 2009 pukul 22:31
Dimana sy bisa melihat jawaban yg di tanyakan pada rubrik ini? karna ada beberapa pertanyaan yang amat menarik untuk mengetahui jawaban nya, atau pertanyaan itu sama dengan yang ada dalam benak saya. sperti pertanyaan di no:24. trimakasih.
37. Evie | 26 Mei, 2009 pukul 22:37
Dimana saya dapat membaca atau mengetahui jawaban atas pertanyaan2 di atas?, karna saya sangat tertarik dengan beberapa comment atau pertanyaan rekan2 di rubrik ini, serti pertanyaan No:24,28,30,32 Dll. trimakasih
38. devi putri | 21 November, 2009 pukul 05:10
nah gitu liat yang lain yang positip is ok itu tuk masa yang akan datang.biar ilmu n amanah di pakai knapa ?
39. Atap hijau « Around me | 27 Desember, 2009 pukul 11:06
[…] Atap Hijau di Belantara Beton Kota […]
40. muchammad | 8 Mei, 2010 pukul 09:37
Atap rumah saya datar berupa cor beton, saya ingin membuat greenroof dirumah, bagi rekan2 yang mempunyai reff tentang teknik dan cara pembuatan greenroof yg paling cocok untuk rumah saya tersebut, sudilah mengirimkan ke email saya : macnta40@yahoo.com. Terima kasih sebelumnya.
41. isra | 20 Desember, 2012 pukul 09:06
arsitek indonesia seharusnya dapat mencontoh arsitek yang ada do tokyo, agar kawansan ruang terbuka hijau di DKI bisa teratasi.